Nabi Muhammad SAW bersabda dalam sebuah hadisnya:
أَعْطُوا الأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ
Artinya: bayarlah gaji buruhmu sebelum keringatnya kering (HR Ibnu Majah)
Ungkapan hadis tersebut walaupun singkat namun memiliki makna yang sangat mendalam. Penggunaan bahasa sebelum kering keringatnya itu menjadi tolak ukur jangka waktu pembayaran upah atau gaji seorang buruh, meskipun tidak dipahami secara kaku. Maksudnya, pembayaran gaji buruh harus segera diberikan setelah ia selesai melaksanakan pekerjaannya agar ia bisa merasakan hasil keringatnya sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Keringat itu dalam bacaan semiotika bahasa merupakan simbol dari kesusahan atau kepayahan dan pengorbanan tenaga serta waktu untuk melakukan sebuah pekerjaan tertentu.
Selain hadis di atas, al-Qur’an juga memerintahkan kepada seluruh umat Islam untuk berbuat adil kepada sesama manusia. Banyak sekali ayat al-Qur’an yang berbicara tentang keadilan, di antaranya dalam surat al-Maidah ayat 8 yang berbunyi:
اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ
Artinya: berbuatlah keadilan karena ia paling dekat kepada taqwa
Meskipun ayat tersebut tidak dikhususkan untuk kaum buruh, akan tetapi perintah berbuat keadilan itu berlaku umum kepada seluruh lapisan manusia, termasuk di dalam buruh. Keadilan menjadi hal yang sangat penting bagi manusia karena tanpa keadilan, maka akan terjadi penindasan, kezaliman dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh orang kuat terhadap orang lemah. Dalam konteks hubungan buruh dengan pemodal, maka keadilan juga harus diterapkan agar buruh bisa menikmati hasil sewajarnya atas pengorbanan waktu dan tenaga yang telah ia berikan.
Selain berbuat adil, hubungan antara buruh dengan pemodal adalah hubungan simbiosis mutualisme atau saling bekerja sama untuk menghasilkan keuntungan. Artinya, buruh itu sebagai mitra kerja pemodal yang tidak boleh dieksploitasi secara tidak manusiawi. Dengan demikian, dari sisi kemanusiaan, baik buruh maupun pemodal, kedua-duanya memiliki kesetaraan atau persamaan hak sebagai manusia yang mulia. Hal tersebut karena dalam pandangan Islam letak kemuliaan seseorang itu pada ketakwaannya, bukan pada yang lain (al-Qur’an: Surat al-Hujurat, Ayat 13).