Fitnah atau ujian/tantangan itu sendiri menurut Al-Quran dalam dua wajah: “Khair atau Syarr”. Bisa berwajah nyaman dan cantik. Tapi boleh juga berwajah jahat dan buruk. Tapi intinya keduanya adalah fitnah atau tantangan/ujian. Di sìnilah makna “Ahsanu amala” tadi. Yaitu bagaimana a menyikapi fitnah atau ujian itu pada masing-masing wajahnya.
Sebagai contoh saja. Ketika Anda sehat dan kaya. Apakah kesehatan dan kekayaan itu anda syukuri dengan mempergunakannya di jalan kebaikan dan keridhaan Allah? Atau sebaliknya Anda kufur nikmat sehat dan kaya dengan keangkuhan seraya mempergunakannya di jalan yang salah dan mendatangkan kemurkaan Allah?
Pilihan yang benar dalam menyikapi sebuah bentuk ujian atau keadaan hidup itulah sikap yang dikategorikan “Ahsanu amala”.
Dari pemahaman makna “Ahsanu amala” ini yang membangun semangat amal (karya dan inovasi) kehidupan. Ketika seorang Mukmin berada pada posisi “lower hand”, unfortunate atau kurang beruntung maka dia akan menyikapinya dengan sabar (patience). Dan dalam konsep Islam patience is power (sabar itu adalah kekuatan). Bukan kelemahan. Apalagi frustrasi atau putus asa.
Seorang Mukmin yang sadar dengan konsep hidup yang tertantang dan sadar pula dengan konsep merespon “Ahsanu amala” akan selalu berakhir pada ujung yang optimis. Dan Karenanya hidup seorang Mukmin itu berkarakter optimis. Bukan pessimis. Karena memang pessimisme dalam Islam dilarang, bahkan dianggap “kekufuran”.
Di Surah Yusuf dikisahkan perintah Ya’qub kepada anak-anaknya: “Wahai anak-anakku pergilah cari Yusuf dan jangan berputus asa. Sesungguhnya yang berputus asa hanya orang-orang yang kafir” (Surah 12: 87).
Sebaliknya dengan tantangan hidup seorang Mukmin akan membangun “azimah”. Yaitu tekad atau keinginan yang tak kenal pamrih yang dibarengi oleh sikap tawakkal. “Fa idza azamta fatawakkal ala Allah” (jika kamu telah bertekad maka bertawakkallah kepada Allah).
Lalu apa saja bentuk fitnah-fitnah kehidupan yang disampaikan di Surah Al-Kahfi? (Bersambung).
*Penulis Presiden Nusantara Foundaiton