Hukum Menafkahi Anak Tiri
Lalu, ketika ayah kandungnya tidak ada, maka menurut aturan fiqih yang berkewajiban menafkahi adalah kakeknya.
يجب على الوالد وإن علا نفقة ولده، وإن سفل. فالأب مكلف بالإنفاق على اختلاف أنواع النفقة على أولاده ذكورًا وإناثًا، فإن لم يكن لهم أب، كلَّف بالإنفاق عليهم الجد أبو الأب القريب، ثم الذي يليه
Artinya: “Wajib bagi ayah (dan kakek ke atas) menanggung nafkah anaknya, meskipun pada tingkatan bawah (cucu, cicit, dan seterusnya). Ayah wajib menanggung segala jenis nafkah anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan. Jika mereka tidak memiliki ayah, maka kewajiban menafkahi berpindah kepada kakek (ayah dari ayah) yang terdekat, kemudian kepada yang setelahnya.” (Musthafa al-Khin, Musthafa al-Bugha dan Ali As-Syarbini, Al-Fiqh al-Manhaji [Damaskus, Darul Qalam, cetakan ketiga: 1992] juz IV, halaman 170).
Dengan demikian secara fiqih yang berkewajiban menafkahi anak adalah ayah kandungnya kemudian kakeknya jika ayahnya telah tiada. Dari sini dapat dipahami bahwa kewajiban menafkahi anak tiri bukan merupakan tanggung jawab ayah tiri melainkan tetap kewajiban ayah kandungnya.
Menurut hukum positif yang berlaku di Indonesia dalam Pasal 41 UU Perkawinan sebagai salah satu akibat dari terjadinya perceraian diatur sebagai berikut:
Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.
Namun demikian, jika ayah tiri dengan suka rela memberikan nafkah kepada anak tirinya meskipun bukan kewajibannya maka hal ini dinilai sebagai perbuatan mulia yang bernilai pahala sebagaimana disebutkan dalam Fatwa Dār al-Iftā’ al-Miṣriyyah yang dikeluarkan oleh Mufti Mesir, Ustaz Dr. Syauqi Ibrahim ‘Allām, dengan nomor fatwa 7569 tanggal 2 Maret 2023, yang berjudul ” حكم نفقة الرجل على أولاد زوجته ” (Hukum Nafkah Suami terhadap Anak-anak Istrinya), disebutkan:
فأولاد الزوجة لا تجب نفقتهم على زوج أمهم، لكنه إن أنفق عليهم متبرعًا فله الأجر والثواب
Artinya: “Anak-anak istri tidak wajib dinafkahi oleh suami ibu mereka. Namun, jika ia memberikan nafkah kepada mereka secara sukarela, maka ia akan mendapatkan pahala.”