“Terhadap interaksi dengan hal-hal di sekitar kita, ada aturan ihsan dan rahmat tersebut yang harus diperhatikan. Maka dalam kehadiran Rasulullah di muka bumi, misi yang beliau utamakan yakni menyempurnakan akhlak mulia, sesungguhnya saya diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak,” kata Pimpinan Dayah Babul Maghfirah itu sambil mengutip Hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah RA.
Relevansi rahmatan lil ‘alamin, kata Ustadz Masrul, harus mampu menempatkan prilaku manusia itu dapat dirasakan kemaslahatannya secara umum, bukan secara personal.
Maka Islam membatasi hak individu tertentu apabila sudah menyinggung individu lain. Islam melarang berinteraksi dengan binatang, apabila interaksi tersebut menyebabkan mudharat kepada manusia.
“Rahmatan lil ‘alamin walaupun sasaran objeknya manusia dan jin, tapi implementasinya juga terdampak kepada alam sekitar. Inilah yang harus kita pahami bahwa semua aturan-aturan agama dan syariat itu bermuara kemaslahatan manusia dengan catatan orientasi pencapaian di dunia tanpa melupakan akhirat,” jelasnya.
Oleh karenanya, menjaga keseimbangan dalam kehidupan ini merupakan bagian dari rahmatan lil ‘alamin yang membawa kemaslahatan antar makhluk di alam semesta ini.
Tak hanya itu, Islam juga mengajarkan interaksi baik sesama muslim maupun nonmuslim, baik dalam bermuamalah maupun hubungan sosial dalam kesehariannya.
“Narasi-narasi rahmatan lil ‘alamin yang dibangun harus mampu mengubah pandangan kita terhadap penerapan syariat Islam di Aceh yang harus mengedepankan akhlak, agar sebagaimana ruh Islam itu yang datang untuk memperbaiki akhlak manusia sehingga terciptanya kemaslahatan dan ketentraman bagi makhluk di muka bumi ini,” pungkas Ustadz Masrul Aidi. (IA)