Keutamaan I’tikaf 10 Hari Terakhir Ramadhan, Didoakan Malaikat Agar Mendapat Ampunan Allah
DALAM sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, kaum muslimin dianjurkan (disunnahkan) untuk melakukan i’tikaf.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memberikan teladan bagi umatnya untuk menjalankan amalan i’tikaf pada 10 hari terakhir Ramadhan. Karena itu, umat Islam di bulan suci ini banyak melakukan i’tikaf di masjid-masjid untuk meraih berbagai keutamaannya.
Sebagaimana Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam biasa beri’tikaf pada setiap Ramadhan selama 10 hari dan pada akhir hayat, beliau melakukan i’tikaf selama 20hari. (HR. Bukhari).
Lalu apa yang dimaksud dengan i’tikaf? Dalam kitab lisanul arab, i’tikaf bermakna merutinkan (menjaga) sesuatu. Sehingga orang yang mengharuskan dirinya untuk berdiam di masjid dan mengerjakan ibadah di dalamya disebut mu’takifun atau ‘akifun.
Dan paling utama adalah beri’tikaf pada hari terakhir di bulan Ramadhan. Aisyah Radhiyallahu ‘anha mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam biasa beri’tikaf pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan sampai Allah ‘azza wa jalla mewafatkan beliau (HR. Bukhari & Muslim).
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah beri’tikaf di 10 hari terakhir dari bulan Syawal sebagai qadha’ karena tidak beri’tikaf di bulan Ramadhan (HR. Bukhari &Muslim).
I’tikaf Harus di Masjid dan Boleh di Masjid Mana Saja
I’tikaf disyari’atkan dilaksanakan di masjid berdasarkan firman Allah Ta’ala, “(Tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”(QS. Al Baqarah: 187)
Demikian juga dikarenakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu juga istri-istri beliau melakukannya di masjid, dan tidak pernah di rumah sama sekali.
Menurut mayoritas ulama, i’tikaf disyari’atkan di semua masjid karena keumuman firman Allah di atas (yang artinya) “… sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”.
Adapun hadits marfu’ dari Hudzaifah yang mengatakan,”Tidak ada i’tikaf kecuali pada tiga masjid”, hadits ini masih diperselisihkan apakah statusnya marfu’ (sampai pada Nabi) atau mauquf (perkataan sahabat).
Wanita juga boleh beri’tikaf
Dibolehkan bagi wanita untuk melakukan i’tikaf sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan istri tercinta beliau untuk beri’tikaf. (HR. Bukhari & Muslim). Namun wanita boleh beri’tikaf di sini harus memenuhi 2 syarat: (1) Diizinkan oleh suami dan (2) Tidak menimbulkan fitnah (masalah bagi laki-laki).
Waktu Minimal Lamanya I’tikaf
I’tikaf tidak disyaratkan dengan puasa. Karena Umar pernah berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,”Ya Rasulullah, aku dulu pernah bernazar di masa jahiliyah untuk beri’tikaf semalam di Masjidil Haram?”
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ”Tunaikan nazarmu.” Kemudian Umar beri’tikaf semalam. (HR. Bukhari dan Muslim). Dan jika beri’tikaf pada malam hari, tentu tidak puasa. Jadi puasa bukanlah syarat untuk i’tikaf. Maka dari hadits ini boleh bagi seseorang beri’tikaf hanya semalam.
Melakukan i’tikaf di 10 hari terakhir di bulan Ramadhan lebih utama dibandingkan waktu lainnya. Karena, pada 10 hari terahir Ramadhan terdapat malam yang begitu mulia, yaitu Lailatul Qadar.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Carilah Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Imam Nawawi mengutip sebuah hadis dari Aisyah Radiyallahu anha yang menceritakan bahwa Rasulullah SAW juga selalu melakukan i’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, sampai beliau dipanggil Allah (wafat). Setelah Rasulullah wafat, istri-istrinya meneruskan kebiasaan i’tikaf.
Berdasarkan keterangan dalam kitab Al-adzkar An-Nawawi karya Syekh Muhyiddin Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, setidaknya ada empat keutamaan yang didapatkan umat Islam jika beri’tikaf di 10 hari terakhir Ramadhan.
Pertama, yaitu i’tikaf dapat menjadi sarana untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara shalat sunnah dan berzikir di masjid.
Kedua, i’tikaf pada 10 hari terakhir Ramadhan juga dapat didoakan malaikat agar mendapat ampunan dari Allah.
Ketiga, i’tikaf juga dapat menjauhkan dari api neraka.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani dan Baihaqi, Ibnu Abbas Radiyallaahu anhu (RA) berkata:
“Barangsiapa beritikaf satu hari karena mengharap keridhaan Allah, Allah akan menjadikan jarak antara dirinya dan api neraka sejauh tiga parit, setiap parit sejauh jarak timur dan barat”. (HR. Thabrani dan Baihaqi)
Keempat, umat Islam yang melakukan i’tikaf pada 10 hari terakhir Ramadhan dapat diampuni segala dosanya, dibangunkan istana di surga, dan mendapatkan malam Lailatul Qadar. (IA/dbs)