Infoaceh.net

Portal Berita dan Informasi Aceh

Khutbah Jum’at di Masjid Istiqlal, Ustaz Amri Fatmi: Bernegara dengan Amanah, Tinggalkan Hipokrasi

Dr Tgk H Amri Fatmi Anzis Lc MA

JAKARTA — Dr Tgk H Amri Fatmi Anzis Lc MA (Ulama Aceh, Doktor Aqidah dan Filsafat lulusan Universitas Al Azhar Cairo, Mesir) menjadi khatib dan menyampaikan khutbah Jum’at dengan judul ‘Bernegara dengan Amanah’ di Masjid Istiqlal Jakarta pada 9 Juni 2023 bertepatan dengan 20 Dzulqa’dah 1444 Hijriah. Berikut isi khutbah selengkapnya.

Kita butuh merawat negeri ini dan memperbaiki kehidupan di negeri ini dengan banyak pengamalan akhlak mulia. Tidak ada pilihan lain. Sebagaimana kata penyair Arab Ahamad Syauqi: “Sesungguhnya bertahannya umat selama akhlak mereka ada, bila akhlak mereka hilang, merekapun akan sirna”.

Kita meyakini bahwa sisi akhlak adalah sisi keistimewaan manusia. Serta hidup dengan akhlak yang mulia merupakan tujuan dari ajaran Islam serta diutusnya Rasul oleh Allah. Kita sering mendengarkan Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam: “Sesungguhnya Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia” (HR. Imam Malik).

Dalam riwayat Imam Bukhari dalam kitab al-Adab dan Al-Suyuthi dalam Jami’ As-Shaghir hadisnya berbunyi:
“Sesungguhnya Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak shaleh”

Dan Rasulullah mengajarkan kita bahwa puncak kesempurnaan iman seseorang pada sempurnanya akhlak, sebagaia mana Sabda Beliau:
“Orang mukmin yang paling sempurna iman adalah yang paling baik akhlak mereka” (HR. Tirmizi).

Inilah dimensi istimewa insan. Kita pahami bahwa adanya dimensi insaniyah yang luhur inilah yang melahirkan tindakan akhlaki pada diri manusia. Sebagian pemikir menyatakan bahwa tindakan yang bernilai akhlak tak lain adalah tindakan wajib. Wajib yang bermakna akhlaki.

Hukum akhlak ini tidak didasarkan pada maslahat, kepentingan atau laba untung, tapi didasarkan pada fitrah insaniyah manusia yang jauh dari dimensi materi dan kalkulasi angka. Itulah akhlak yang menghiasi tidakan manusia, persis seperti ukiran seni yang menghiasi bebatuan atau tembok bangunan yang menjadikannya bernilai estetika tinggi.

Berbicara masalah tindakan bernilai akhlak, seseorang tidak bisa bersikap netral. Dia tidak bisa memilih jalan tengah antara berkata jujur atau berdusta, atau mencampur aduk keduanya dalam sikap hipokrasi.

Manusia bisa saja berbuat dengan cara yang berbeda, namun mereka akan sama saat berbicara tentang keadilan, kebenaran, kejujuran dan persamaan.

Para Nabi, pahlawan telah mempertaruhkan hidup mereka demi nilai-nilai tersebut atas dasar kecintaan jujur dan ikhlas mereka terhadap kebenaran.

Sementara ada golongan manusia lain terkadang sering mempertahankan nilai tersebut secara hipokrit atas dasar kepentingan yang ingin dibelanya. Kalau mampu kita merawat negeri ini atas dasar akhlak yang memiliki persamaan bahasanya antar sesama manusia, maka akan banyak permasalahan negeri terselesaikan dengan cepat.

Sebaliknya, terpampang di depan kita terkadang sikap hipokrasi yang dipraktikkan manusia sebagai tindakan akhlak yang palsu. Kenapa sikap hipokrasi ini muncul dalam masyarakat tertentu dan menjadi warna kehidupan mereka?

Sikap hipokrasi ini justru menunjukkan bahwa manusia tidak mampu hidup dan bertindak benar kecuali harus berlandaskan pada akhlak. Persis seperti adanya uang palsu yang bernilai sementara, menunjukkan adanya mata uang asli yang punya nilai abadi.

Adanya hipokrasi, menunujukkan bahwa manusia selalu mengharapkan tindakan akhlak dari orang lain. Betapapun zalim seorang dengan peran penting kehidupan yang dia mainkan, pasti mencari dalih bersifat akhlaki atas perbuataannya seperti “mejaga ketentraman”, “mengusir para pengacau” atau lainnya, betapa pun itu palsu dan penuh hipokrasi.

Sehingga Fir’aun sendiri berdalih mengusir dan ingin membunuh Nabi dengan dalih yang sama. Artinya: Fir‘aun berkata (kepada pembesar-pembesarnya), “Biar aku yang membunuh Musa dan suruh dia memohon kepada Tuhannya. Sesungguhnya aku khawatir (bahwa) dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di bumi.” (QS. Ghafir/40 : 26).

Kenapa demikian? Karena alasan yang bersifat akhlaki itu akan selalu diterima orang. Karena bahasa akhlak adalah bahasa kemanusiaan yang sangat efektif. Akhlak adalah penjelmaan hakikat insaniyah manusia, insaniyah ini berakar pada ruhiyah, dan ruh bersumber dari Allah.

Agama dan keyakinan lah yang hanya mampu menjadikan seseorang berakhlak secara sejati, mencetak sosok dan pribadi insani yang dekat dengan kesempurnaan.

Orang yang menjadikan keimanannya nomor dua, tidak begitu penting dalam hidupnya, nanti tindakannya yang lahir jauh dari nilai akhlak, kalau pun ada yang bernilai akhlak, tak luput dari hipokrasi yang dipenuhi standar kepentingan, maslahat dan timbang untung rugi, jauh dari nilai ruhani, kasih sayang, kepedulian dan kewajiban batin.

Keimanan dan akhlaklah yang membentuk insaniyah dan manusia yang sejati. Dengan demikian, dapat dibayangkan kalau seandainya manusia dalam hidup hanya memakai standar materi dalam bertindak, berperilaku dan berpikir, serta mengharapkan perlakuan dari orang lain dengan standar materi pula, akankah nilai akhlak dan perbuatan akhlaki akan lahir dari seseorang itu?

Dan bila adat dan perilaku kita sudah terbiasa menilai orang serta mengharap pula orang lain memberi penilai pada kita dengan standar zahir materi semata, bukankah kita sudah melucuti sisi insaniyah ruhiyyah yang berharga dalam diri kita dan dari orang lain?

Kita hidup di era arus materialisme sangat kuat mencengkeram kehidupan kita, seseorang bisa buta dengan akhlak bila ia tak memegang kuat akidah dan ajaran mulia para Nabi.

Seseorang akan hilang nilai insaniyahnya, yang tinggal hanya nilai kemanusiaan yang bersifat materialistis semata. Nilai debu, tanah liat dan lumpur. Jangan sampai arus materialism kehidupan ini meporakporandakan jiwa kita dalam hidup mulia. Terkhusus kita yang punya andil mengurus negeri ini. Megurus bangsa dan rakyat ini.

Amanah

Di antara akhlak yang paling urgen untuk merawat bangsa ini lebih baik dan sejahtera ke depan adalah akhlak amanah. Kita butuh akhlak amanah dari pangkal kaum elite sampai rakyat jelata.

Kata amanah dalam bahasa Arab merupakan bentuk mashdar, berasal dari kata kerja amina-ya’manu-amnan-wa amanatan yang artinya seputar makna aman, tentram, tenang, dan hilangnya rasa takut.

Secara masdar, amanah bermakna hak-hak yang wajib dijaga dan ditunaikan sebagaimana mestinya. (Mu’jam Alfazh Al-Quranul Karim, 1/88) mulai dari amanah agama (taklif), amanah pada jiwa, harta, nama baik dan lainnya.

Amanah secara perilaku dan akhlak bermakna sikap dan karakter seseorang yang dengan sikap itu ia mampu menunaikan kepercayaan dan harapan orang lain yang dibebankan padanya dengan sepenuhnya sesuai dengan harapan orang yang mempercayainya atau bahkan lebih baik dari harapan itu.

Amanah adalah sikap trust yang paling tinggi. Seseorang yang memiliki karakter ini disebut al-amiin. Dengan adanya sifat dan akhlak amanah ini pada seseorang, menimbulkan rasa aman, tenteram dam tenang bagi siapapun yang mempercayainya.

Nilai amanah yang luas ini disabdakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam haditsnya (artinya) : “Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhu berkata, aku telah mendengar Rasulullah bersabda : “Setiap kalian adalah penjaga dan setiap kalian bertanggung jawab atas penjagaannya. Seorang penguasa di atas rakyat adalah penjaga dan bertanggung jawab atas mereka semua, laki-laki adalah penjaga terhadap keluarganya dan bertanggung jawab atas penjagaannya terhadap mereka, wanita adalah penjaga terhadap rumah suaminya dan anaknya, dan bertanggung jawab atas penjagaanya terhadap mereka, seorang pembantu adalah penjaga harta tuannya dan bertanggung jawab atas apa yang dijaganya. Sesungguhnya Setiap kalian adalah penjaga dan bertanggung jawab atas apa yang dijaga” (Muttafaqun alaihi).

Hadits ini mengambarkan makna amanah yang berupa sifat tanggungjawab seseorang terhadap apa yang diwakilkan dan dipercayakan padanya.

Dia mengetahui secara pasti bahwa nantinya dia akan bertanggungjawab terhadap semua yang dia jalani di depan Tuhannya (Al-Ghazali, Khuluqul Muslim, 40).

Inilah akhlak paling agung yang disandang oleh manusia, diajarkan para Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam sejak dini. Ulama akidah sepakat bahwa seorang Nabi mesti memiliki sifat ini. Sifat amanah.

Sehingga akhlak ini menjadi indikator sempurna tidaknya iman seseorang dalam Islam. Dalam setiap khutbah, Rasulullah selalu mengingatkan sahabat akan sifat ini. Sebagaimanan dituturkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu anhu,
Artinya : Tidaklah Nabi memberi khutbah pada kami melainkan Nabi bersabda : “Tidak sempurna iman seseorang yang tidak amanah, dan tidak sempurna agama orang yang tidak menunaikan janji” (HR. Ahmad).

Secara kontras, makna amanah semakin jelas ketika kita memahami lawannya. Lawan dari sifat amanah ini adalah khianat bermakna menyalahi, melanggar terhadap apa yang dipercayakan padanya dalam masalah hak-hak. Ini tercermin dalam firman Allah: Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui” (QS. al-Anfaal/8 : 27).

Mengapa Allah memanggil orang yang beriman? Karena mereka yang memiliki imanlah yang sanggup berlaku amanah dan tidak akan berkhianat. Karena sifat amanah memiliki dimensi ilahiyah bukan cuma dimensi insaniyah. Sadar akan adanya pertanggungjawaban di depan Allah bukan saja di depan manusia.

Bagaimana akhlak amanah ini menguat dan bisa terkikis dalam diri seseorang? Akhlak amanah ini hilang dan terwujud dalam diri manusia secara bertahap. Mulai dari rasa malu. Malu ini adalah akhlak dasar fitrah manusia dengan malu ini dia akan disenangi dan disegani orang tidak dibenci.

Selanjutnya, dengan itu dia tidak akan berkhianat, menipu dan berbohong, akan bersemai padanya akhlak amanah.

Sebaliknya, apabila seseorang hilang rasa malunya, akan hilang akhlak amanah darinya, selanjutnya setelah hilang nilai amanah akan hilang pula kasih sayang dari dirinya.

Rasulullah bersabda (artinya) : Dari Ibnu Umar, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila Allah ‘azza wajalla hendak membinasakan seorang hamba maka Dia akan memcabut rasa malu darinya, apabila rasa malu sudah dicabut darinya maka kamu akan mendapatinya dalam keadaan sangat membenci dan dibenci. Jika kamu tidak mendapatinya melainkan dalam keadaan membenci dan sangat dibenci, maka akan dicabut amanah darinya, apabila amanah telah dicabut darinya, maka kamu tidak mendapatinya kecuali dalam keadaan menipu dan tertipu. Apabila kamu tidak menjumpainya melainkan dalam keadaan menipu dan tertipu, maka akan dicabut darinya sifat kasih sayang, dan apabila dicabut darinya kasih sayang maka kamu tidak menjumpainya melainkan mengutuk dan terlaknat” (HR. Ibnu Majah).

Boleh jadi sebab itulah sering kita dengar berita kejahatan dilakukan sebagian orang di kalangan elite sekalipun yang memalukan walau dengan ukuran akhlak orang kampung.

Perbuatan kejahatan merugikan bangsa dan negara yang tidak menyisakan kasih sayang dalam hati saat kita mengetahuinya. Perilaku korupsi dan penyalahgunaan wewenang dari kaum elite sampai ke bawah adalah kejahatan yang lahir akibat hilangnya amanah.

Sungguh urgennya menjaga akhlak amanah dalam menjaga bangsa dan negara ini. Kita bersama berhajat pada nilai mulia selaku insan. Apalagi kita selaku orang mukmin. Amanah dari kita bukan hanya harapan dari negara tapi perintah agama kita dan perintah Allah subhanahu wata’ala secara langsung. Firman Allah yang artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, …” (QS. an-Nisa/4 : 58)

Bila akhlak amanah dalam menjabat dan mengurus negeri ini tidak diperjuangkan dan orang-orang yang amin tidak dilibatkan, maka kebinasaan di masa depan menanti. Kemunduran akan dialami bangsa kita.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Artinya : “Jika amanah telah disia-siakan, maka tunggulah hari Kiamat,’ dia (Abu Hurairah) bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimanakah menyia-nyiakan amanah itu?’ Beliau menjawab, ‘Jika satu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah hari Kiamat!” (HR. Bukhari).

Kiamat dalam hadits Nabi ini bukan hanya makna kiamat kehancuran alam semesta, tapi bermakna juga rusaknya sistem kehidupan baik dalam masyarakat dan negara.

Kemajuan negeri ini dari taraf pribadi sampai taraf rakyat ramai dimulai dari pencapaian kemajuan kita dalam mengaplikasikan akhlak mulia dalam hidup kita sehari-hari. Terkhusus akhlak amanah.

Karenanya, Allah berulang kali dalam al-Quran menyebutkan sifat orang mukmin yang sukses itu menjaga amanah dan janji mereka, firman Allah dalam al-Quran surat al-Mukminun dan al-Ma’arij ayat 32:
Artinya : “(Sungguh beruntung pula) orang-orang yang memelihara amanat dan janji mereka” (QS. al-Mukminun /23: 8).

Sangat mulia perilaku amanah yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, dari hubungan dengan teman sampai amanah antara pemimpin dengan rakyat.

Amanah dengan saudara atau teman, seperti dalam haditsnya:
Artinya : “Siapa yang memberikan pendapat untuk saudaranya sedang dia mengetahui yang lebih tepat pada selain yang dia usulkan, maka sungguh dia telah mengkhianati saudaranya” (HR. Abu Dawud).

Rasulullah juga mengajarkan perilaku amanah pada pemimpin dan pejabat siapa saja yang ditugaskan menjabat dan mengurus urusan rakyat. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Artinya: “Siapa saja yang kami serahi padanya tugas maka kami berikan baginya rizki dengan takaran pasti (gaji/imbalan yang disepakati) maka apa yang diambil lebih dari itu adalah khianat” (HR. Abu Dawud).

Nabi mengajarkan bahwa melanggar amanah, dan berkhianat siapa yang ditugaskan merawat rakyat dan negara ini dengan tugas yang sangat mulia, lalu dia mengambil harta rakyat lebih dari ganjaran yang sudah diperuntukkan untuknya. Apalagi mengambil yang bukan haknya.

Mari rawat dan kita urus negeri ini dengan amanah dan amanah. Begitu juga Rasulullah membimbing siapa saja yang diamanahkan memimpin hamba-hamba Allah dengan pesan beliau. Artinya: “Tidaklah seorang hamba dibebani amanah oleh Allah untuk mengurus rakyat lalu mati dalam keadaan berkhianat kepada rakyatnya; melainkan Allah akan mengharamkan surga baginya” (Muttafaqun Alaihi).

Inilah pesan bagi pemimpin untuk senantiasa amanah mengurus rakyat demi kehidupan bernegara yang maju dan sejahtera.

Bagaimana mengajarkan akhlak amanah ini bagi generasi kita ke depan? Akhlak amanah ini diajarkan dengan suri teladan yang baik, contoh yang menginspirasi.

Makanya dalam perilaku para elite negeri semestinyalah menjadi teladan yang baik bagi kehidupan bernegara yang diidamkan.

Kalaulah untuk merawat negeri ini perlu pada pengorbanan, maka jajaran elite terhormat memberikan contoh teladan pengorbanan demi kehidupan berbangsa yang lebih baik. Selanjutnya rakyat kecil akan mencontohi dengan baik. Maka menjaga kehidupan bernegara yang lebih amanah perlu pada pengorbanan dari sekarang. Terutama bagi generasi muda kita ke depan, mereka butuh keteladanan merawat bangsa dengan amanah.

Apabila akhlak amanah tersebar baik pada para pemimpin dan stakeholder di negeri ini akan mengalir akhlak mulia ini sampai ke bawah pula. Begitu pula sebaliknya dengan khianat. Dan ini akan merusak tatanan hidup bernegara ke depan. Mungkin tak salah kalau dikatakan bahwa pertaruhan nasionalisme seseorang di negeri ini bisa dinilai dari sejauhmana dia amanah dalam mengemban tugas negara sesuai dengan tuntunan iman dan sesuai dengan harapan rakyat.

Mari menjaga akhlak amanah dalam kehidupan kita sehari-hari agar negeri ini mampu kita rawat bersama mencapai kesejahteraan aman dan sentosa di masa mendatang. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an Surat Al-Anfal ayat 27.

author avatar
Redaksi
Redaksi INFOACEH.net

Lainnya

Kardono SH MH resmi menjabat sebagai Kabag TU Kejati Aceh setelah dilantik oleh Kajati Aceh, Yudi Triadi SH MH, dalam upacara pelantikan pejabat eselon III di aula Kejati Aceh, Rabu (23/7). (Foto: Dok. Infoaceh.net)
CELIOS Sebut Koperasi Desa Merah Putih Bentuk Lain Korupsi Terstruktur dan Sistematis
Heboh Wacana Amplop Kondangan Bakal Dipajaki Pemerintah, Terungkap di Rapat DPR
Presiden Prabowo Subianto melantik dan mengambil sumpah 2.000 Perwira Remaja TNI-Polri dalam upacara yang berlangsung di halaman Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23/7). (Foto: Dok. Puspen TNI)
KPK Pastikan Ada Keterkaitan Bobby dengan Pemeriksaan Saksi Korupsi Jalan di Sumut
Sepakati Transfer Data Pribadi ke AS, Pemerintah Bisa Melanggar UU PDP dan Konstitusi
Satreskrim Polres Aceh Selatan Polda Aceh menangkap tiga pelaku kasus TPPO dengan korban anak di bawah umur yang dijadikan PSK. (Foto: Dok. Polres Aceh Selatan)
Sosok Bram Patria Yoshugi, Pemenang Sayembara Logo HUT RI ke-80 yang Diluncurkan Prabowo
Trump Ancam Tangkap Obama, Tuduh Terlibat Pengkhianatan
Sejumlah tokoh nasional menghadiri deklarasi bertajuk 'Tolak Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis, Lawan Kezaliman Rezim Jokowi' yang digelar di Gedung Joang '45, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 23 Juli 2025.
Oknum TNI Bunuh Istri Pakai Sangkur Kecanduan Judol dan Tak Beri Nafkah Korban
Ketua Badan BMA Mohammad Haikal menerima kunjungan BAZNAS Kota Pariaman, dalam rangka studi komparatif terkait tata kelola zakat-infak, Rabu (23/7). (Foto: Ist)
Pelabuhan Kuala Langsa
Pemko Banda Aceh bakal menggelar Aksi Bela Palestina, Ahad pagi, 27 Juli 2025. (Foto: Ist)
Pakar telematika Roy Suryo
Selebgram Arnold Putra alias AP yang ditahan oleh otoritas Myanmar sejak tahun lalu, akhirnya resmi dibebaskan.
Akhmad Yusuf Afandi (32) bersama bayi laki-lakinya, Zafa (11 bulan)
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati
Dunia cryptocurrency kembali mencuri perhatian
Rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Senayan, Selasa, 22 Juli 2025
Tutup
Enable Notifications OK No thanks