Infoaceh.net

Portal Berita dan Informasi Aceh

Makna Kurban dan “Pengorbanan Enzim”: Antara Syariat, Sains, dan Spiritualitas

Mari belajar dari enzim: kecil, tidak dikenal, tapi berdampak besar. Maka, mari kita tunaikan kurban dengan penuh kesadaran. Di balik tetesan darah kurban, ada ilmu, kasih sayang, dan penghambaan kepada Tuhan. Kurban bukan hanya menyembelih, tetapi juga menyelami makna kehidupan itu sendiri

Saat ini, industri pengolahan daging juga menggunakan enzim rekombinan atau yang dihasilkan oleh mikroorganisme, seperti enzim Papain (bersumber dari daun papaya yang memiliki fungsi dalam melunakkan daging), enzim Bromelain (bersumber dari buah nanas dan berfungsi untuk mempercepat fermentasi) serta enzim Transglutaminase yang berfungsi mengikat potongan daging menjadi utuh.

Adanya penggunaan enzim ini memperpanjang filosofi kurban, dari sekadar penyembelihan menjadi proses industrialisasi yang tetap menjaga nilai manfaat, efisiensi, dan kehalalan.

Terdapat etika dan regulasi halal terhadap penggunaan enzim ini. BPJPH dan MUI telah mengatur bahwa sumber enzim yang digunakan dalam makanan harus halal (tidak dari hewan najis atau haram), thayyib (aman, tidak berbahaya) dan diperoleh melalui proses fermentasi mikroba halal jika berasal dari sumber non-hewan.

Hal ini tentu sesuatu yang sangat penting penting dalam menghadapi tantangan modern, seperti enzim hasil rekayasa genetika (GMO) yang harus ditelusuri asal-usulnya.

Enzim dalam konteks ibadah kurban ini bisa dijadikan sebagai simbol ketaatan atau ketundukan hamba kepada Tuhan. Enzim tidak “memilih” tugasnya. Ia bekerja sesuai perintah DNA dan lingkungan. Ia tidak protes, tidak berhenti bekerja walau setelah “kematian” sel.

Ini bisa menjadi teladan bagi manusia, bahwa pengabdian tidak berhenti hanya karena situasi berubah.

Enzim juga bekerja tanpa pamrih. Ia tidak terlihat, tetapi hasil kerjanya terasa yang dibuktikan dengan adanya daging yang empuk, lezat, dan tahan lama. Inilah bentuk “ikhlas” dalam biokimia—bekerja tanpa mengharapkan pengakuan. Meskipun sel sudah mati, enzimnya masih bekerja. Sebagaimana seseorang yang telah wafat, namun amalnya masih memberi manfaat.

Rasulullah SAW bersabda: “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim)

Dalam konteks ini enzim adalah “amal jariyah” dalam biologi hewan kurban. Pengenalan konsep “pengorbanan enzim” ini tentu dapat digunakan sebagai pendekatan edukatif yang menyentuh aspek kognitif, afektif, dan spiritual peserta didik baik siswa atau mahasiswa.

author avatar
Redaksi
Redaksi INFOACEH.net
Tutup
Enable Notifications OK No thanks