Oleh: Ir H Faizal Adriansyah MSi*
WAKTU berjalan begitu cepat bagaikan anak panah yang lepas dari busurnya. Apa yang pernah diprediksi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dalam hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda “Tidak akan datang kiamat sehingga waktu semakin berdekatan, setahun seperti sebulan, sebulan seperti sejum’at, sejum’at seperti sehari, sehari seperti sejam, dan sejam terasa hanya sekejap.” (HR. Ahmad). Keadaan demikian dapat kita rasakan dalam kehidupan di akhir zaman ini.
Tiada terasa tamu kita yang agung yaitu ”Ramadhan” telah berpisah meninggalkan kita semua. Akankah kita bertemu lagi dengannya di tahun depan? Hanya Allah yang Maha Tahu, Kita sebagai hamba-Nya hanya bisa berdoa dan berharap semoga Allah masih memberi kita kesempatan untuk kembali berjumpa dengan bulan ampunan yang penuh dengan Rahmat dan Kasih Sayang Allah.
Selama sebulan ”RAMADHAN” sebagai tamu kita Yang Mulia telah banyak memberi Tausyiah, Nasehat dan Pesan-Pesan agar kita menjadi hamba Allah yang shaleh baik secara individual maupun shaleh secara sosial.
Shaleh secara individual terwujud dalam ibadah keseharian kita yang lebih khusyuk dan merasakan getaran kehadiran Allah dimanapun kita berada.
Dan shaleh secara sosial tercermin dari hidup kita yang lebih tawadhu’, rendah hati dan menebar kasih sayang kepada sesama dan mahluk Allah lainnya.
Ramadhan adalah bulan yang penuh kenangan, suasana hati kita sangat dekat dengan Allah Sang Pencipta. Inilah sesungguhnya fitrah manusia, dia rindu pada Tuhannya.
Mari kita terus berdoa semoga hidayah yang sudah ada dalam diri kita tidak hilang, janganlah jejak Ramadhan lenyap dan terhapus seiring dengan berakhirnya Ramadhan.
Semua kebiasaan baik kita dalam ketaatan terjaga dan berkesinambungan hingga akhir hayat menjelang dan kita semua diwafatkan dalam keadaan husnul khatimah.
Ramadhan adalah bulan tarbiyah, kita dididik selama sebulan menjadi manusia jujur dan merasakan kehadiran Allah. Kita tidak makan dan minum dalam kesendirian ketika di rumah atau di kantor, bukankah semua tersedia.
Tapi tidak kita sentuh padahal tidak ada yang melihat. Inilah nilai-nilai integritas yang diajarkan puasa.
Seandainya nilai-nilai ini diterapkan dalam kehidupan, maka dapat dipastikan tingkat kejahatan akan menurun.
Ramadhan juga mengajarkan kita untuk suka berbagi dan merasakan derita orang yang tidak berpunya. Rasa haus dan lapar yang kita rasakan sesungguhnya mengirim pesan kemanusian bahwa masih banyak saudara kita yang tidak seberuntung kita.
Kita tidak makan dan minum hanyalah berlatih, karena semuanya sudah tersedia bahkan berlimpah ketika kita berbuka. Namun berapa banyak saudara kita yang lapar dan dahaganya bukan berjam, tapi berhari bahkan ada yang berbulan, mereka bertahan hidup dari bekas-bekas makanan orang-orang kaya yang dibuang dalam tong sampah di depan rumah mewah, di depan restoran dan di depan hotel.
Saat ini masih banyak saudara kita yang hidup dalam garis kemiskinan, untuk Indonesia kita masih memiliki penduduk miskin 25 jutaan jiwa dan di Aceh sekitar 800 ribuan dari data 2023.
Kalau kita menengok ke belahan dunia lain, maka kita akan teriris jiwa kita melihat pembantaian yang dilakukan Israel terhadap saudara kita seiman di Gaza.
Peperangan sudah memasuki bulan keenam, di sana yang ada adalah puing kehancuran, dan jeritan derita mereka yang kehilangan keluarga, mereka yang hidup dalam keadaan cacat.
Sebagian besar mereka adalah anak-anak dan kaum perempuan.
Kehadiran Ramadhan mengingatkan kita akan pentingnya berbagi, menebar kasih dan sayang terhadap sesama. Mari kita tunaikan kewajiban zakat kita, karena pada harta kita sesungguhnya ada titipan Allah yang harus disampaikan kepada yang berhak.
Zakat bukanlah pemberian orang kaya kepada orang miskin, zakat bukan belas kasih orang berpunya kepada kaum dhuafa, tapi zakat adalah hak mereka yang ada dalam harta kita. Karena itu sangat besar dosa orang yang tidak membayar zakat karena hakikatnya dia telah mengambil yang bukan miliknya.
Kalaulah manajemen zakat ini bisa kita kelola secara baik dan maksimal maka potensi umat dalam membayar zakat dapat banyak menyelesaikan persoalan umat.
Menurut penelitian BRIN 2023 potensi zakat di Indonesia pertahun diperkirakan Rp 327 triliun, sungguh angka yang besar dan fantatis untuk mengeluarkan umat dari keterpurukan.
Namun ternyata realisasinya hanya sekitar Rp 20 triliun atau 10 % dari total potensi zakat.
Bagaimana dengan Aceh? diperkirakan potensi zakat kita bisa mencapai Rp 4 triliun, namun realisasi saat ini sekitar Rp 100 miliaran.
Potensi zakat ibarat raksasa tidur yang belum bangun. Dibutuhkan berbagai inovasi dan kreatifitas dari lembaga-lembaga amil zakat, para ulama dan umara untuk menjadikan potensi zakat sebuah kenyataan.
Sungguh banyak hikmah dan pelajaran yang diwariskan oleh Ramadhan kepada kita, marilah jejak Ramadhan ini kita lanjutkan, jangan sampai sirna seiring aktivitas duniawi kita yang tidak pernah usai. Taqabballahu minna waminkum.