Prof Damanhuri: Aceh Punya Semua Potensi, Tapi Butuh Persatuan untuk Bangkit
Banda Aceh, Infoaceh.net – Aceh dikenal sebagai tanah yang kaya akan sejarah, budaya, dan sumber daya alam.
Wilayah ini juga memiliki rekam jejak panjang sebagai pusat peradaban Islam dan lahirnya banyak ulama besar yang menjadi rujukan dunia Islam.
Namun, semua kelebihan tersebut belum mampu mengantarkan Aceh menuju kemajuan maksimal karena masih minimnya persatuan di antara masyarakatnya.
Hal tersebut disampaikan dengan lugas oleh Prof Dr Tgk H Damanhuri Basyir MAg, Guru Besar UIN Ar-Raniry Banda Aceh, saat menyampaikan khutbah pada Shalat Idul Adha 1446 Hijriah di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Jum’at (6/6).
“Aceh adalah tanah yang diberkahi Allah SWT dengan segala potensi yang luar biasa, mulai dari kekayaan alam, sumber daya manusia, hingga warisan budaya Islam yang kuat. Namun, tanpa persatuan, semua itu tidak akan berarti,” kata Prof. Damanhuri di hadapan ribuan jamaah shalat Idul Adha yang memadati Masjid Raya.
Warisan Kejayaan dan Tantangan Masa Kini
Dalam khutbahnya, Prof. Damanhuri mengenang masa kejayaan Aceh di masa Kesultanan Aceh Darussalam, khususnya saat Sultan Iskandar Muda memimpin dengan adil dan tegak menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
Ia menyebutkan tokoh-tokoh besar Aceh seperti Syekh Abdurrauf al-Singkili, penafsir Al-Qur’an pertama dalam Bahasa Melayu, serta pejuang wanita legendaris seperti Keumala Hayati, laksamana perempuan pertama di dunia.
“Aceh pernah menjadi pusat ilmu, keadilan, dan keberanian yang diperhitungkan di dunia. Namun sekarang, banyak sumber daya alam rusak dan hilang, dan masyarakat pedesaan semakin sulit mencari nafkah,” ujarnya.
Prof. Damanhuri menyampaikan bahwa fenomena ini tak terlepas dari lemahnya persatuan dan seringnya konflik internal yang menghambat kemajuan Aceh.
Pentingnya Persatuan dalam Membangun Aceh
Seruan utama dalam khutbah ini adalah agar masyarakat Aceh kembali memperkokoh persatuan sebagai pondasi membangun masa depan. Ia mengutip ayat suci Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 103:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.”
Ayat ini menjadi pengingat bahwa persatuan dalam ketaatan kepada Allah SWT adalah kunci keberhasilan.
Sebagai contoh, Prof. Damanhuri mengungkap kisah Suku Aus dan Khazraj di Madinah yang berkonflik selama 120 tahun sebelum disatukan oleh Rasulullah SAW. Setelah itu, Madinah bangkit menjadi kota peradaban yang maju dan makmur.
“Ketika Aceh bersatu, tidak ada kekuatan yang mampu menundukkannya,” tegasnya.
Tiga Pilar Pembangunan Islami
Dalam rangka mewujudkan Aceh yang Islami dan sejahtera, Prof. Damanhuri menekankan pentingnya tiga pilar pembangunan Islami yang harus dikedepankan:
Pembangunan Spiritual
Menguatkan iman dan takwa melalui pendidikan agama dan teknologi yang berkualitas, serta membentuk insan yang berakhlak mulia.
Ekonomi Berkah
Membangun sistem ekonomi yang bersih dari riba dan praktik-praktik haram, menjunjung kejujuran, keadilan, dan menolak monopoli serta penipuan.
Pembangunan Sosial
Meningkatkan solidaritas dan kepedulian antarwarga melalui zakat, infak, dan sedekah, membangun masyarakat yang peduli dan saling membantu.
Prinsip pembangunan Islami tersebut harus berlandaskan tauhid, keseimbangan antara jasmani dan rohani, menyeluruh dalam aspek kehidupan, adaptif terhadap perkembangan zaman, dan berkelanjutan.
Selain membahas pembangunan Aceh, Prof. Damanhuri juga mengajak jamaah untuk berdoa dan memperjuangkan kemerdekaan Palestina yang masih berada di bawah penjajahan Zionis Israel.
“Semoga kemerdekaan Palestina segera terwujud. Aamiin,” ujarnya penuh harap.
Di akhir khutbah, ia mengutip pesan dari Syekh Abdurrauf As-Singkili yang mengingatkan manusia tentang kefanaan dunia dan pentingnya memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya:
“Wahai manusia, hari ini kau tertawa di atasku, besok kau akan menangis di dalamku. Maka luaskanlah, terangkanlah, dan manfaatkan waktumu di dunia ini.”