Tak Hanya Menahan Lapar, Puasa Menjaga Kefitrahan Kembali kepada Allah dengan Selamat
BANDA ACEH – Rektor UIN Ar-Raniry Banda Aceh Prof Dr Mujiburrahman MAg menjadi penceramah sebelum shalat tarawih pada malam kesepuluh Ramadhan 1445 Hijriah di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Rabu malam (20/3/2024).
Dalam tausiahnya, dengan tema “Puasa Ramadhan: Metodologi Menjaga Kefitrahan untuk Kembali kepada Allah,” Prof Mujiburrahman menjelaskan bahwa puasa Ramadhan bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga kesempatan untuk menjaga kefitrahan dan kepedulian sosial.
Menurutnya, di antara hikmah tasyrik dalam kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan adalah untuk memelihara kefitrahan (keadaan terbebas dari dosa syirik maupun dosa-dosa kecil), karena melalui kefitrahan tersebut manusia dapat kembali kepada Allah SWT dengan selamat. Sementara orang yang tidak terpelihara kefitrahannya dia tidak dapat kembali kepada Allah dengan selamat. Karena fitrah merupakan subtansi dari penciptaan manusia itu sendiri.
“Hikmatus tasyrik diwajibkan kita berpuasa di bulan Ramadhan adalah dalam rangka memelihara kefitrahan kita (fitrah dalam konteks teologi terbebas dari dosa syirik maupun fitrah dari konteks ibadah dan muamalah yaitu terbebas dari berbagai dosa besar dan dosa-dosa kecil),” kata Mujib.
Lebih lanjut, Mujib menjelaskan bahwa dalam bahasa Arab, kata fitrah sewazan dengan kata fi’lah, Istilah Fi’lah dan fitrah adalah bentuk masdar yang menunjukkan arti keadaan. Demikian pula menurut Ibn al-Qayyim dan Ibnu Katsir, karena fithir artinya menciptakan, maka fitrah berarti keadaan yang dihasilkan dari penciptaan itu.
“Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas, fitrah adalah awal mula penciptaan manusia. Sebab lafadz fitrah tidak pernah dikemukakan oleh al-Quran dalam konteksnya, selain yang berkaitan dengan manusia,” terang Mujib.
Mujib menambahkan bahwa kesadaran akan kehadiran Tuhan adalah kunci untuk menghindari penyesalan di akhirat, mengutip ayat Al-Qur’an (Al-A’raf, ayat 172) yang menegaskan pentingnya mengakui Tuhan dalam segala aspek kehidupan.
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.” (QS. Al-A’raf ayat 172).