Semua itu bisa terjadi karena tidak amanahnya para pejabat. Tetapi, jika gubernur yang terpilih orang yang amanah dan dapat dipercaya, maka keserakahan pejabat di bawahnya dapat dicegah dan dihentikan.
Kriteria ketiga gubernur yang ideal untuk Aceh adalah orang yang cerdas dan berkualitas (fathanah). Cerdas ini maksudnya tidak mesti bergelar profesor atau doktor. Tetapi jangan pula, SMA-nya pun tidak jelas. Minimal sarjana saja cukup.
Mengingat warga masyarakat dan penduduk Aceh yang plural, yang terdiri dari banyak suku, maka diperlukan gubernur yang cerdas dan berwawasan luas.
“Kita perlu gubernur yang tangguh dan berani yang dapat mengayomi bukan hanya suku Aceh, tetapi juga memahami dan mengayomi pula suku Gayo, Alas, Jamee, Tamiang, Kluet dan lain sebagainya.
Tidak itu saja, kita butuh gubernur yang cerdas berkualitas serta harmoni dengan pemimpin dan elit-elit nasional dan berani memperjuangkan hak-hak pembangunan untuk kepentingan daerah Aceh. Hal ini penting dalam rangka menjemput APBN untuk mempercepat pembangunan Aceh yang tertinggal dari banyak provinsi lain di Indonesia,” terang Taqwaddin.
Menurutnya, Aceh harus berupaya keras keluar dari daerah termiskin, stunting tinggi, pengangguran terbanyak, pertumbuhan ekonomi rendah, pertumbuhan investasi yang minim, UMKM yang kurang tumbuh berkembang, dan lain-lain.
Banyak hal yang harus dilakukan secara cepat, tetap, taktis, dan strategis oleh Gubernur Aceh. Karenanya, diperlukan seorang gubernur yang cerdas berkualitas dan luar biasa.
Kriteria keempat calon Gubernur Aceh adalah orang yang bisa menyampaikan ide gagasan dan buah pikirannya secara sederhana dan sistematis. Dalam versi Islam hal ini dikenal dengan tabligh.
Aceh merindukan sosok Ibrahim Hasan yang cerdas berkualitas dan dapat menyampaikan gagasannya secara sederhana dengan bahasa yang mudah dipahami rakyat. Tidak itu saja, Almarhum Ibrahim Hasan juga memiliki jaringan luas dengan elit nasional. Sehingga kemajuan pembangunan begitu terasa saat beliau memimpin Aceh.