Banda Aceh — Sejumlah lembaga masyarakat sipil dan lintas perkumpulan anak muda di Aceh menggelar peringatan hari perdamaian Aceh, yang jatuh saban tahun di tanggal 15 Agustus, atau sekaligus memperingati penandatanganan perjanjian damai MoU Helsinki pada tahun 2005 silam.
Mereka yang terlibat yakni Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, Katahati Institute, Asia Justice And Rights (AJAR) dan Kerajaan Parfum Aceh.
Selain pembacaan ‘Surat Harapan’ atau Letter of Hope yang telah ditulis sejumlah penyintas konflik Aceh, acara ini turut menyuguhkan diskusi publik dengan pembicara dari tokoh perempuan Khairani Arifin, Koordinator KontraS Aceh Hendra Saputra, perwakilan komunitas korban dari Nagan Raya Syarifah, serta seniman muda Arifa Safura. Tak hanya itu, juga ada pembacaan puisi oleh Vandols dan penampilan musik oleh DJ Rencong.
Inisiatif peringatan perdamaian Aceh tahun ini terinspirasi dari pembacaan Dokumen Rencana Pembangunan Aceh (RPA) yang berisi 14 isu, salah satunya Perdamaian Berkelanjutan.
Namun, isinya berisi intervensi ekonomi terhadap Tapol-Napol dan korban konflik tanpa definisi yang jelas mengenai siapa korban konflik yang dimaksud dalam dokumen tersebut. Hal ini tentu ironis.
Lebih lanjut, berdasarkan data yang diekspose Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh, terdapat 5.264 pernyataan korban yang telah diambil sebagai bagian dari upaya pengungkapan kebenaran. Tentu saja belum semua korban masuk dalam database.
Selain itu, ada banyak sekali permasalahan pasca perdamaian yang harusnya dicicil untuk diselesaikan.
Dokumen panduan perencanaan tersebut perlu dikoreksi dan dipertajam. Salah satunya dengan menghelat kegiatan ini, yang memadukan aspirasi lewat surat-surat yang ditulis korban pelanggaran HAM terkait harapan mereka, sekaligus ungkapan kekecewaan dan kritik atas dokumen RPA yang tidak berperspektif korban.
Kekecewaan serupa juga disampaikan lewat serangkaian karya seniman muda Aceh.
Melalui penulisan surat, kolaborasi dengan seniman, akademisi dan organisasi masyarakat sipil lainnya, peringatan 17 tahun perdamaian Aceh ingin menegaskan betapa penting dan mendesaknya agenda pemenuhan hak korban konflik.