Kemudian, tower No. 145 SUTT 150 kV Langsa–Lhokseumawe, di Alu Bu Tuha, Peurelak Barat, Atim; tower No. 30 SUTT 150 kV Langsa–Lhokseumawe, di Paya Peulawi, Bireum Bayeun, Atim;
Tower No. 24 SUTT 150 kV Langsa – Lhokseumawe, di desa Armia, Bireum Bayeun, Atim, dan tower No. 55 SUTT 150 kV Ulee Kareng – Krueng Raya, di Ladong, Kecamatan Masjid Raya, Aceh Besar.
Kadis ESDM Aceh Mahdi Nur membenarkan ketujuh tower SUTT yang terancam roboh tersebut akibat penggalian dan pengambilan tanah urukan di sekitar tapak penyangga tower.
Bahkan, tambah Mahdi Nur, pada lokasi tertentu penggalian dan pengambilan tanah urukan dilakukan dengan menggunakan alat-alat berat seperti becho dan dum truck.
Kemudian Mahdi Nur menegaskan, masyarakat memang tidak menggali dan mengambil tanah dalam area tapak tower yang telah dibebaskan oleh PT PLN (persero), melainkan di area kebun masyarakat itu sendiri.
Akan tetapi, pengerukan tanah umumnya dilakukan persis pada garis batas area tapak tower SUTT, sehingga ketika hujan tanah area tapak tower terkikis dan kemudian terjadi longsor.
“Masyarakat menggali dan mengambil tanah di dalam area miliknya sendiri, namun karena digali hingga garis batas tapak tower maka terjadi longsor akibat tergerus air hujan,” tuturnya.
Selanjutnya Kepala Dinas ESDM Aceh itu mengimbau masyarakat pemilik lahan agar tidak melanjutkan penggalian dan pengambilan tanah urukan hingga mengancam keberadaan tower SUTT.
Tower SUTT/SUTET tersebut merupakan aset negara dan di atasnya terbentang arus listrik tegangan tinggi dan ekstra tinggi untuk kepentingan orang banyak, kepentingan masyarakat di seluruh Aceh.
Sementara Kepala Bidang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Berusaha dan Non Berusaha (B) Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh Marzuki SH mengimbau masyarakat agar mengurus izin usaha eksplorasi dan izin eksploitasi galian tanah urukan atau izin galian C di lahan miliknya.
Pihaknya berjanji dapat memproses izin usaha galian C sesuai kewenangan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.