BANDA ACEH — Aceh dinilai belum mampu memanfaatkan demokrasi yang diberikan pusat melalui Otonomi Khusus.
Seharusnya Aceh bisa lebih maju dari berbagai aspek, karena sudah diberi kemudahan untuk mengatur dirinya sendiri.
“Aceh jangan melulu menyalahkan pemerintah pusat, tetapi harus pintar mengevaluasi diri mengenai kekurangan yang terjadi selama ini,” ungkap Drs Erman Anom MM PhD (Dekan Fikom Universitas Esa Unggul), pada seminar yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Syiah Kuala (USK) bertema “Seminar Nasional: Refleksi Demokrasi Pasca Reformasi di Indonesia,” Minggu (5/12).
Seminar nasional yang dilaksanakan di Balai Senat USK tersebut juga menghadirkan pemateri lainnya yaitu Prof Dr Firman Noor MA (Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional) dan Dr Taufik A Rahim MSi (Pengamat Politik Lokal).
Pada kesempatan itu, Taufik A Rahim mengungkapkan, demokrasi yang sudah dicapai masyarakat Aceh saat ini masih jauh dari harapan.
Partai lokal yang seharusnya mewujudkan kepentingan Aceh, tetapi belum berbuat banyak untuk kebangkitan Aceh.
“Triliunan uang yang dikucurkan pemerintah pusat kepada Aceh melalui dana Otsus, tetapi dana tersebut tidak beredar di Aceh alias bocor ke luar daerah, seperti ke Sumatra Utara,” sebutnya.
Menurutnya, Aceh belum mampu memanfaatkan kesempatan melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA). Bahkan, UUPA yang direncanakan akan direvisi oleh pemerintah pusat, tetapi belum dibahas secara intens oleh anggota DPR Aceh.
“Artinya, anggota DPRA mengabaikan UUPA atau kepentingan masyarakat Aceh,” terangnya.
Sementara Prof Dr Firman Noor MA (Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional) menyampaikan, nilai demokrasi di Indonesia semakin merosot.
Masa depan demokrasi Indonesia tampak belum akan pulih segera, bahkan berpotensi akan mengalami stagnansi. Selama pandemi covid-19 proses check and balance (kontrol dan penyeimbang) pada sistem demokrasi di Indonesia melemah.
“Bahkan, nantinya eksistensi oligarki akan terus berlanjut, mengingat lemahnya penegakan hukum, sistem pemilu dan kepartaian di Indonesia,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Erman Anom, PhD. Ia menjelaskan bahwa demokrasi dan kebijakan di Indonesia masih dipengaruhi oleh oligarki.
“Semua bentuk pemerintahan, baik itu demokrasi, teokrasi, dan monarki mampu dikendalikan oleh oligarki yang terdiri atas kelompok kecil dari orang-orang kaya (pengusaha) dan bangsawan,” jelasnya.
Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS)
Pada kesempatan yang sama turut dilaksanakan penandatanganan PKS antara tiga fakultas lintas universitas yaitu, FISIP USK, FIKOM Universitas Esa Unggul, dan FISIP Universitas Almuslim. Kerja sama Tridarma Perguruan Tinggi tersebut dalam rangka menyukseskan program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka. (IA)