BANDA ACEH — Massa ‘Gerakan Ibu Mencari Keadilan’ mendesak Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mencabut pasal pemerkosaan dari Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.
Massa menilai Aceh saat ini sedang dalam kondisi darurat kekerasan seksual.
Dilansir dari detikcom, massa menggelar demonstrasi di depan DPRA, Kamis (23/12). Peserta aksi mengenakan pakaian serta hitam serta membawa sejumlah spanduk dan poster.
Salah satu spanduk bertulisan ‘Aceh Darurat Kekerasan Seksual’. Pendemo juga mengusung poster bertulisan ‘merdeka itu bebas dari kekerasan seksual’ serta ‘berantas kekerasan seksual di Aceh’.
“Saat ini Aceh dalam kondisi darurat kekerasan seksual di mana setiap harinya ada satu anak atau perempuan yang diperkosa dan dilecehkan,” kata Koordinator Aksi Destika Gilang Lestari.
Dia mengatakan data Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Aceh menunjukkan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan mencapai 697 kasus. Data itu terhitung dari Januari hingga September 2021.
“Masih banyak lagi kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat yang tidak dilaporkan kepada aparat penegak hukum karena masih dianggap aib keluarga,” ujar Destika.
“Kasus pemerkosaan terhadap anak yang baru saja terjadi di Nagan Raya adalah sebuah contoh nyata bahwa kegagalan Pemerintahan Aceh dalam memberikan perlindungan dan rasa aman bagi perempuan dan anak di Aceh,” lanjutnya.
Mereka juga meminta Pemerintah Aceh dan DPRA mencabut dua pasal jarimah pemerkosaan dan jarimah pelecehan seksual dari Qanun Hukum Jinayat.
Massa menilai hukuman dalam qanun tidak memenuhi rasa keadilan bagi korban.
“Pemerintah Aceh dan DPRA wajib mengalokasikan anggaran untuk penanganan kasus-kasus kekerasan seksual dan pemulihan bagi korban kekerasan seksual di Aceh.
Kami juga meminta Komisi Yudisial dan Bamus Mahkamah Agung untuk mengevaluasi aparat penegak hukum yang berulang kali membebaskan pelaku kekerasan seksual,” ujar Destika. (IA)