BANDA ACEH — Provinsi Aceh sedang mengalami darurat perlindungan satwa. Kondisi tersebut terjadi karena tingginya konflik manusia dengan gajah yang mencapai ratusan kasus dalam beberapa tahun terakhir.
Hal itu disampaikan Kepala Balai Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sumatera Subhan dalam sesi webinar bertema “Darurat Perlindungan Satwa di Aceh”, yang dilaksanakan Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh dan Yayasan Hutan Alam Lingkungan Aceh (HakA), Kamis (12/8).
Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera mencatatDalam kurun tujuh tahun terakhir (2015-2021) terjadi sebanyak 528 kasus konflik Gajah Sumatra dengan
manusia di Aceh.
Ia merincikan pada tahun 2015 terjadi sebanyak 49 kasus, 2016 ada 44 kasus, 2017 sebanyak 103 kasus, 2018 berjumlah 73 kasus, 2019 sebanyak 107 kasus, 2020 ada 130 kasus dan 2021 sebanyak 76 kasus.
Dalam kurun waktu tujuh tahun tersebut, juga terjadi sebanyak 46 kasus kematian gajah di Aceh. Perburuan liar dan konflik dengan manusia jadi pemicu tingginya angka kematian satwa kunci wilayah tersebut.
“Selain konflik Gajah Sumatra dengan manusia yang mencapai 528 kasus, bmlah kematian gajah juga cukup tinggi dalam kurun waktu itu ada 46 kasus kematian gajah yang tercatat,” ujar Subhan.
Dalam data yang ditemukan, kebanyakan kasus kematian gajah itu berada di Kabupaten Aceh Timur yakni sebanyak 14 kasus.
Meski begitu, untuk kasus kematian gajah sendiri dalam kurung waktu 2020-2021 sedikit mengalami penurunan. Dimana pada tahun 2020 ada 11 kasus dan 2021 dengan enam kasus.
“Saat ini masih bulan Agustus, masih ada sisa empat bulan lagi. Bisa jadi angka data konflik gajah dengan manusia itu juga bertambah,” sebutnya.
Subhan mengungkapkan, penyebab tingginya angka kematian dan konflik gajah itu dikarenakan beberapa faktor.
Misalnya, adannya praktik penebangan liar yang masih masih terjadi, perambahan hutan, alih fungsi hutan dan adanya pertambangan dan perkebunan ilegal.
“Ini harus menjadi perhatian. Kasus-kasus perburuan liar, juga jadi risiko tinggi akan menyusutnya jumlah satwa kunci di Aceh,” sebutnya.
Karena hal tersebut menurutnya, untuk upaya penanganan konflik satwa liar ini, penting bagi setiap stakeholder di Aceh untuk saling menjalin komunikasi. (IA)