Marselinus menjelaskan bahwa dalam laporan tersebut terdapat dugaan penyimpangan serius, termasuk masalah pungutan biaya haji yang melebihi ketentuan dan pengalihan kuota haji reguler ke haji khusus secara sepihak.
Selain laporan di KPK, Marselinus juga merujuk pada temuan Panitia Khusus Angket DPR yang menyebut adanya indikasi korupsi dalam penyelenggaraan haji 2024. Ia menyebut pelaksanaan ibadah haji tahun lalu sebagai yang “terburuk sepanjang sejarah”, dengan banyak jemaah mengalami masalah serius, bahkan ada yang meninggal dunia.
“Banyak jemaah yang tidak mendapatkan tenda, makanan, kamar hotel, bahkan ada laporan beberapa orang meninggal dunia akibat ketidakberesan penyelenggaraan haji,” kata Marselinus.
“Ada juga korban yang gagal berangkat ke Tanah suci karena tindak pidana korupsi dalam kuota haji ini,” tambahnya.
Menurut Marselinus, setidaknya sudah ada lima laporan yang masuk ke KPK terkait dugaan pelanggaran oleh Menteri Agama, namun semuanya belum menunjukkan penanganan yang transparan.
Ia menilai, lambannya tindak lanjut oleh KPK dapat dikategorikan sebagai bentuk penghentian penyidikan secara diam-diam atau materiil, yang tidak sah menurut hukum.
“Tindakan KPK yang tidak menindaklanjuti berbagai laporan tersebut dapat dikatakan sebagai penghentian penyidikan secara diam-diam yang tidak sah dan melawan hukum,” katanya.
Berdasarkan informasi yang dimuat di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan, perkara ini telah teregister dengan nomor 59/Pid.Pra/2025/PN.Jkt.Sel. Sidang perdana perkara praperadilan melawan KPK dijadwalkan berlangsung pada Selasa, 20 Mei 2025 lalu.
Adapun dugaan penyelewengan kuota haji 2024 berawal dari temuan Pansus Angket Haji pada tahun lalu. Pansus Haji sendiri dibentuk ketika Tim Pengawas atau Timwas Haji DPR menemukan sejumlah masalah krusial penyelenggaraan haji di bawah kewenangan Kemenag tersebut.
DPR kemudian menyepakati pembentukan Pansus Haji untuk mengevaluasi pelaksanaan ibadah haji 1445 Hijriah. Pansus ini resmi dibentuk melalui rapat paripurna pada Kamis, 4 Juli 2024. Bahwa kala itu, Pansus Haji DPR meyakini Kemenag melanggar ketentuan pembagian kuota jemaah haji 2024.