Anggota Pansus Haji DPR, Wisnu Wijaya mengatakan pelanggaran pembagian kuota haji terjadi ketika Kemenag merinci kuota jemaah haji menjadi 221.000 kuota haji reguler dan 20.000 kuota haji tambahan.
Dari jumlah kuota tambahan itu, Kemenag membaginya menjadi masing-masing 10 ribu slot untuk haji reguler dan khusus. Padahal, berdasarkan hasil rapat Panitia Kerja Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), kuota jemaah haji 2024 sudah ditetapkan sebanyak 241.000, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2024,
“Rinciannya, 221.720 jemaah reguler dan 19.280 jemaah haji khusus,” kata Wisnu pada Sabtu, 14 September 2024 lalu.
Kemenag tak perlu membagi kuota haji tambahan menjadi dua kategori. Sebab, ketentuan pembagian kuota haji telah diatur dalam Keppres tentang BPIH.
“Kuota tambahan 20 ribu itu sudah diakomodir di dalam 241.000 kuota jemaah haji 2024, ini disepakati dalam rapat Komisi VIII dengan Kemenag pada 27 November 2023,” bebernya.
Menurutnya keputusan Kemenag membagi kuota tambahan menjadi dua kategori berpotensi melanggar UU tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Penetapan kuota haji tambahan itu, kata Wisnu, tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 64 UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah karena melebihi delapan persen dari total kuota jemaah haji.
“Artinya, pembagian kuota haji tambahan menjadi masing-masing 10 ribu untuk haji reguler dan khusus lewat Keputusan Menteri Agama tidak sah alias ilegal karena tidak ada dasar hukumnya,” kata Wisnu.
Selain pembagian kuota yang tidak sesuai aturan, Pansus Haji juga menemukan 3.500 kuota tanpa masa tunggu. Pansus juga menemukan dugaan manipulasi data di Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) yang membuat jadwal keberangkatan jemaah tidak sesuai dengan ketentuan.
“Ada yang dimajukan lebih awal dan ada yang diundur sehingga memunculkan kecurigaan adanya transaksi di luar prosedur resmi di sini,” kata Wisnu.
Pelaporan data keberangkatan haji khusus melalui sistem Siskohat dan Sistem Komputerisasi Pengelolaan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (Siskopatuh) juga tidak berjalan real-time, sehingga data keberangkatan sering kali terlambat atau tidak lengkap.