Bagian Geng Solo, Muslim Arbi Desak Presiden Prabowo Copot Kapolri Listyo Sigit
Infoaceh.net – Desakan agar Presiden Prabowo Subianto segera mencopot Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo kembali mengemuka. Kali ini datang dari Pengamat Politik Muslim Arbi. Ia menilai, keberadaan Listyo Sigit di pucuk pimpinan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tak lagi relevan dalam era pemerintahan baru yang dipimpin oleh Prabowo Subianto. Menurut Muslim, Kapolri saat ini justru menjadi simbol keterikatan dengan masa lalu dan loyalitas yang tidak sejalan dengan arah pemerintahan sekarang.“Presiden Prabowo harus tegas. Listyo Sigit adalah bagian dari Geng Solo yang selama ini lebih mengabdi kepada mantan Presiden Jokowi, bukan kepada agenda reformasi hukum yang sejati,” ujar Muslim Arbi kepada wartawan, Ahad (3/8/2024).
Muslim mengacu pada jaringan kekuasaan informal yang disebut-sebut dibangun oleh lingkaran dalam pemerintahan Jokowi selama dua periode terakhir. Istilah “Geng Solo” mencuat sebagai simbol kelompok yang memiliki kedekatan khusus dengan Jokowi—baik secara kultural, struktural, maupun loyalitas Politik. Listyo Sigit, meski bukan berasal dari Solo, dinilai masuk dalam lingkaran tersebut karena kedekatan dan kariernya yang melejit pesat sejak era Jokowi.
Muslim Arbi menilai, Polri di bawah kepemimpinan Listyo Sigit kerap menampilkan wajah institusi yang tak netral. Banyak peristiwa hukum besar yang dianggap tak kunjung tuntas secara transparan atau bahkan tidak disentuh sama sekali. Salah satunya adalah tragedi berdarah KM 50 pada Desember 2020, yang menewaskan enam pengawal Habib Rizieq Syihab.
“Kasus KM 50 adalah luka besar dalam demokrasi dan hak asasi manusia kita. Hingga kini belum ada penyelesaian yang memuaskan publik. Bahkan pelanggaran HAM berat itu terkesan ditutupi,” kritik Muslim.
Ia juga menyinggung berbagai kegagalan Polri dalam menangani kerusuhan suporter di Kanjuruhan yang menewaskan ratusan orang, serta isu ketidakprofesionalan dalam penanganan kasus besar lain seperti pembunuhan Brigadir Yosua oleh eks Kadiv Propam Ferdy Sambo.
“Kasus Sambo adalah potret buruk bagaimana kekuasaan di dalam tubuh Polri bisa berjalan brutal dan nyaris di luar kontrol,” tegasnya.
Menurut Muslim Arbi, Presiden Prabowo harus menunjukkan keberanian politik dengan melakukan pergantian Kapolri demi membuka era baru reformasi di tubuh kepolisian. “Jika Presiden ingin membuktikan bahwa hukum tidak tunduk kepada kekuasaan lama, maka langkah pertama adalah mengganti orang yang menjadi simbol kekuasaan lama itu,” jelasnya.
Muslim menyebut bahwa reformasi Polri bukan semata persoalan manajerial, tetapi juga soal loyalitas ideologis. Dalam pandangannya, Presiden Prabowo memerlukan figur Kapolri yang benar-benar netral, profesional, dan tidak terikat pada masa lalu.
“Polri itu alat negara, bukan alat kekuasaan personal. Sudah cukup selama ini hukum diperalat untuk kepentingan politik kelompok tertentu,” ujar dia.
Ketika ditanya siapa yang layak menggantikan Listyo Sigit, Muslim menyebut sejumlah nama dari internal kepolisian yang dinilai bersih dan profesional. Namun ia enggan menyebut nama secara spesifik. Ia hanya menyarankan agar Presiden Prabowo membentuk tim evaluasi independen untuk menilai kinerja dan rekam jejak calon Kapolri berikutnya.
“Presiden jangan bergantung pada rekomendasi kelompok-kelompok lama yang masih bermain. Cukup sudah masa oligarki politik bermain di tubuh Polri,” tambahnya.
Sejak dilantik sebagai Presiden pada Oktober 2024 lalu, Prabowo Subianto memang belum melakukan perombakan besar di institusi Polri. Banyak pihak menilai ini sebagai upaya menjaga stabilitas. Namun sejumlah pengamat politik dan aktivis mulai menyuarakan kekhawatiran jika lambatnya langkah Prabowo bisa membuat agenda reformasi hukum mandek di tengah jalan.
Muslim Arbi menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa publik menanti langkah berani dari Prabowo.
“Kalau Prabowo tidak segera bertindak, publik bisa menganggap dia hanya melanjutkan status quo. Padahal rakyat berharap perubahan. Dan perubahan itu harus dimulai dari Polri, yang selama ini menjadi alat represif kekuasaan,” pungkasnya.