BANDA ACEH — Pemerintah Kota Banda Aceh di bawah kepemimpinan Pj Wali Kota Bakri Siddiq berpotensi terutang hingga mencapai Rp 80 miliar pada tahun anggaran 2022.
Potensi utang tersebut dinilai murni keteledoran sang Pj Wali Kota. Pasalnya pada APBK Perubahan 2022 Pj Wali Kota Banda Aceh sudah melakukan rasionalisasi anggaran yang dikatakan sebagai solusi sekaligus pencermatan anggaran.
“Adapun utang yang terjadi pada anggaran 2022 ini jelas-jelas membuktikan ketidakmampuan Bakri Siddiq sebagai Pj Wali Kota Banda Aceh dan Badan Pengelolaan Keuangan Kota (BPKK) dalam meningkatkan penerimaan daerah, sehingga belanja daerah yang sudah ditetapkan kembali oleh Bakri Siddiq melalui rasionalisasi anggaran pada APBK-P 2022 ternyata lebih besar pasak daripada tiang,” ungkap Juru Bicara Aceh Development Club (ADC) Ozy Rizki SE, Jum’at, 6 Januari 2022.
Persoalan dasarnya, lanjut Ozy terjadinya Surat Perintah Pencairan Dana atau SP2D bodong hingga tak dituntaskannya selama 9 bulan biaya beban kerja ASN maupun tenaga kontrak/honorer yang bermuara kepada utang tahun anggaran 2022 Pemko Banda Aceh mencapai Rp 80 miliar, merupakan dampak kegagalan Pj Wali Kota dalam menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Ketika proyeksi belanja tidak sesuai atau bertambah, sementara pendapatan tidak tercapai maka yang terjadi adalah utang. Jadi Bakri Siddiq telah terbukti gagal mengoptimakan PAD walaupun kondisi sudah kembali normal, atau tidak lagi dalam kondisi pandemi seperti sebelumnya,” terangnya.
Menurut alumni Ekonomi Pembangunan Universitas Syiah Kuala (USK) itu, utang tahun anggaran 2022 sama sekali tidak ada hubungan dan urusannya dengan pemerintahan sebelumnya, karena Pj Wali Kota Bakri Siddiq sendiri sudah melakukan rasionalisasi anggaran, sehingga bisa dikatakan pasca dilakukan pencermatan anggaran tersebut kebijakan anggaran 2022 sudah merupakan kebijakan anggaran versi Bakri Siddiq, bukan lagi pemerintahan sebelumnya.
“Sisa utang pada masa pemerintahan Aminullah Usman-Zainal Arifin yang tinggal sebesar Rp 23 miliar, sebelumnya pada masa kepemimpinan Illiza Sa’aduddin Djamal transisi ke Aminullah juga meninggalkan utang sebesar Rp 25 miliar lebih dan diselesaikan oleh Aminullah. Jadi, kalau pada masa Bakri Siddiq memimpin ada utang lebih dari itu, maka jelas-jelas ini merupakan akibat APBK Perubahan 2022 yang dilakukan Bakri Siddiq tidak lagi untuk pencermatan dan penghematan anggaran, tetapi malah pemborosan anggaran,” jelasnya.