BANDA ACEH — Sejumlah organisasi buruh melakukan aksi demonstrasi dalam rangka memperingati hari buruh (May day) 1 Mei di Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh, Rabu (1/5/2024).
Dalam aksi tersebut, puluhan buruh yang tergabung dalam serikat buruh atau Aliansi Buruh Aceh (ABA) mendesak agar pemerintah mencabut pemberlakukan omnibus law atau Undang-undang Cipta Kerja dan melaksanakan qanun ketenagakerjaan beserta aturannya
Buruh juga menuntut upah layak yakni upah minimum provinsi (UMP) Rp 5 juta per bulan dan meminta agar pemerintah, mewujudkan kesejahteraan pekerja di Aceh.
Buruh di Provinsi Aceh mendesak pemerintah agar membuat regulasi terkait pemberian tunjangan khusus hari meugang menyambut puasa Ramadhan.
Mereka menawarkan tunjangan meugang sebesar 10 persen dari upah minimum provinsi.
Tak hanya itu, pemerintah diminta bersikap tegas dengan memberikan sanksi kepada perusahaan yang melanggar aturan.
Ketua Aliansi Buruh Aceh Syaiful Mar mengatakan, hari buruh merupakan tonggak sejarah yang menuntut keadilan dalam hal waktu atau jam kerja yang layak, upah yang layak serta perlakuan yang adil dalam hubungan industrial.
Menurutnya, adanya Undang-undang Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023 atau yang lebih dikenal dengan Omnibus Law, merupakan regulasi yang tidak sesuai dengan harapan kaum buruh dan masyarakat Indonesia.
“Karena dinilai tidak aspiratif dan lebih dominan merugikan kaum pekerja dan keluarganya,” kata Syaiful.
Ia mengatakan, saat ini Qanun Ketenagakerjaan perubahan Nomor 1 Tahun 2024 dibentuk agar terwujudnya perlindungan dan kesejahteraan bagi buruh dan kekurangannya.
Namun kata dia, dalam implementasinya saat ini belum berjalan dengan maksimal.
Hal itu terlihat tidak ada pengaturan yang jelas terkait tunjangan meugang, penetapan upah minimum dan sistem kerja yang masih mengekor pada aturan nasional yang semestinya dapat diatur secara khusus di Aceh.
Terlebih saat ini, masih banyak intimidasi dan perlakuan tidak adil bagi buruh yang berserikat dengan tindakan mutasi sepihak hingga terjadinya PHK.