Sabang, Infoaceh.net — Di ujung barat Indonesia, tempat lautnya biru sebening kaca dan langitnya seolah bersujud pada cakrawala, Sabang menyimpan cerita yang tak sekadar tentang keindahan alam.
Pulau kecil ini, yang menjadi gerbang pertama dan terakhir Republik, kini kembali menjadi buah bibir setelah muncul wacana bahwa Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) tingkat Provinsi Aceh tahun 2027 akan digelar di sana.
Wacana ini mengalir pelan, tapi dalam, seperti ombak di Pantai Sumur Tiga. Ia bukan ide baru, melainkan cita-cita lama yang telah dua dekade lebih dipendam oleh masyarakat Sabang.
Sebuah harapan agar suara merdu tilawah Al-Qur’an suatu hari menggema dari perbukitan dan pesisir yang diberkahi ini.
Ketua DPRK Sabang, Magdalaina, menyuarakan dukungan kuat terhadap wacana ini.
Sebagai perempuan pertama yang memimpin parlemen Sabang dan tokoh dari Partai Aceh, Magdalaina menilai alasan pemilihan Sabang sebagai tuan rumah MTQ Aceh 2027 sangat beralasan.
Bukan sekadar karena keindahan alamnya yang memesona, tapi juga karena nilai spiritual yang begitu kental mengalir di setiap jengkal tanahnya.
“Kita diundang ke Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh untuk ikut mempersentasikan kelayakan daerah untuk menjadi tuan rumah 2027 dan DPRK menyatakan mendukung agar MTQ 2027 diselengarakan di Sabang. Kita juga berharap Sabang dapat terpilih karena bukan hanya indah, tapi Sabang juga penuh berkah,” ujarnya Ketua DPRK Sabang, Magdalaina, Selasa (14/10/2025).
Dengan nada lembut namun berwibawa Magdalaina kembali mengatakan, julukan Keramat Aulia 44 itu bukan sembarang cerita. Konon, di Sabang terdapat 44 ulama yang dikebumikan, dan hingga kini masyarakat masih bisa menemukan makam-makam mereka di berbagai titik pulau.
Julukan Pulau Keramat 44 Aulia memang telah lama hidup di tengah masyarakat Sabang. Di banyak tempat, dari Jaboi hingga Ujong Kareung. Masyarakat masih merawat makam-makam para ulama yang diyakini sebagai penyebar Islam di masa lalu.
Mereka bukan hanya penjaga sejarah, tapi juga simbol kekuatan spiritual yang menyatu dengan denyut kehidupan warga Sabang.
“Setiap kali kita mengunjungi makam-makam itu, terasa sekali getaran ruhani di dalamnya. Sabang itu ibarat tanah yang setiap butir pasirnya menyimpan doa. Jadi ketika ada wacana MTQ di sini, saya rasa itu bukan kebetulan tapi bagian dari panggilan sejarah.” Sambung Magdalaina.
Dari Pelabuhan Haji ke Panggung Al-Qur’an
Selain nilai spiritual, Sabang juga memiliki jejak sejarah keagamaan yang kuat. Dahulu, sebelum Indonesia memiliki pelabuhan haji modern, Sabang menjadi pelabuhan terakhir yang disinggahi oleh para jamaah haji asal Nusantara sebelum berlayar ke Tanah Suci.
Kapal-kapal besar bersandar di dermaga tua Teluk Sabang, mengantarkan ratusan jamaah dengan pakaian ihram putih yang berkilau di bawah matahari tropis.
“Sabang pernah menjadi pintu menuju Mekkah bagi umat Islam Indonesia. Bayangkan, dari sini mereka berangkat dengan doa dan harapan. Jadi ketika kini kita ingin menghadirkan MTQ di Sabang, itu seperti melanjutkan kembali napas spiritual yang dulu pernah berdenyut di sini.” ucapnya.
Bagi Magdalaina, MTQ bukan sekadar lomba tilawah, tetapi momentum memperkuat identitas Sabang sebagai kota yang religius, ramah, dan berbudaya.
Ia membayangkan suasana MTQ di tepi laut, di mana lantunan ayat suci bersahut dengan debur ombak harmoni spiritual yang jarang dimiliki daerah lain.
“Sabang memiliki daya tarik yang unik. Alamnya indah, masyarakatnya ramah, dan semangat Islamnya begitu kuat. MTQ akan membawa cahaya baru ke Sabang, memperkuat citra kita bukan hanya sebagai destinasi wisata, tetapi juga destinasi spiritual,” sambungnya.
Lebih dari itu, ia melihat momentum MTQ bisa menjadi penggerak ekonomi baru. “Event besar seperti MTQ akan menghidupkan hotel-hotel, warung, UMKM, hingga pelabuhan. Tapi yang lebih penting, ia akan menghidupkan semangat masyarakat,” kata Magdalaina, yang dikenal tegas namun penuh empati.
Sebagai perempuan Aceh pertama yang menduduki kursi Ketua DPRK Sabang, Magdalaina ingin menunjukkan bahwa kepemimpinan perempuan juga bisa membawa nilai religius dan kebudayaan ke ruang publik.
“Perempuan di Sabang itu kuat. Dan saya ingin kekuatan itu ikut berkontribusi membangun event sebesar MTQ,” ujarnya penuh tekad.
Menyalakan Semangat Qurani dari Generasi Muda
Sementara itu, suara yang tak kalah bersemangat datang dari Albina Arrahman, Ketua Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Kota Sabang, sekaligus Wakil Ketua DPRK Sabang.
Berasal dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Albina dikenal luas sebagai sosok muda yang religius, cerdas, dan aktif menggerakkan kegiatan keagamaan di kalangan remaja.
“Sabang ingin menjadi tuan rumah MTQ, Ini bukan keinginan sesaat. Ini impian panjang masyarakat yang belum sempat terwujud.” Kata Albina.
Sebagai aktivis masjid sejak muda, Albina melihat MTQ bukan hanya sebagai ajang kompetisi membaca Al-Qur’an, tetapi sebagai gerakan sosial yang menanamkan kembali kecintaan terhadap kitab suci di kalangan generasi muda.
“Anak-anak sekarang lebih banyak disibukkan oleh gawai, media sosial, dan dunia digital. MTQ bisa menjadi momentum untuk membawa mereka kembali mendekat kepada Al-Qur’an, bukan sekadar dibaca, tapi dihayati,” tuturnya lembut.
BKPRMI, organisasi yang ia pimpin, sudah lama menjadi wadah pembinaan qari dan qariah muda di Sabang.
Mereka rutin menggelar pelatihan tilawah, tahfidz, dan lomba-lomba islami antarremaja masjid. Albina yakin, jika Sabang dipercaya menjadi tuan rumah MTQ 2027, masyarakatnya sudah sangat siap baik secara spiritual maupun organisatoris.
“Sabang itu unik. Kita punya masjid-masjid kecil di tepi laut, anak-anak muda yang aktif, dan masyarakat yang masih menjaga nilai-nilai keislaman dengan kuat. Jadi, MTQ bukan hanya akan sukses secara seremonial, tapi juga bermakna secara spiritual,” katanya.
Cahaya dari Ujung Barat
Bagi Albina, MTQ di Sabang akan menjadi simbol kebangkitan spiritual dari ujung barat Indonesia. “Sabang adalah tempat matahari pertama kali menyapa Nusantara setiap pagi. Dan semoga dari sini pula, cahaya Al-Qur’an menyinari seluruh Aceh,” ujarnya puitis.
Ia membayangkan suasana malam pembukaan MTQ di Sabang: lantunan ayat-ayat suci menggema, diiringi suara ombak yang bersahut lembut. Para kafilah dari seluruh Aceh datang menyeberangi laut, membawa semangat persaudaraan dan cinta Al-Qur’an.
“Itu akan jadi pemandangan yang luar biasa indah sekaligus menggetarkan jiwa,” tambahnya.
Sebagai Wakil Ketua DPRK, Albina juga melihat MTQ sebagai momentum persatuan lintas partai dan lintas generasi.
“Ini bukan hanya kegiatan keagamaan. Ini tentang kebersamaan. Kita ingin seluruh masyarakat Sabang merasa memiliki momen ini, Karena Al-Qur’an adalah milik semua umat, bukan milik satu kelompok.” tambahnya.
Menunggu Restu, Menyemai Harapan
Kini, baik Magdalaina maupun Albina sama-sama sepakat untuk memperjuangkan agar Pemerintah Aceh memberi kepercayaan kepada Sabang sebagai tuan rumah MTQ 2027.
Koordinasi, pendekatan, dan kesiapan mulai dibicarakan di tingkat daerah. Masyarakat pun mulai menaruh harapan tinggi.
“MTQ ini adalah doa panjang kami,” ucap Magdalaina menutup pembicaraan.
“Dan kami siap menjadikannya kenyataan.”
Sementara Albina menambahkan dengan nada lembut, jika nanti MTQ benar-benar dilaksanakan di Sabang, biarlah suara Al-Qur’an menggema bersama suara laut kita. “Dari ujung barat, kita kirimkan cahaya itu untuk Aceh dan Indonesia.”
Menjelang senja di Pantai Kasih, ombak memecah batu karang dengan lembut, dan dari kejauhan terdengar lantunan anak-anak mengaji di surau kecil. Di sinilah Sabang memeluk harapannya.
Sebuah pulau yang tak hanya dikenal karena keindahan alamnya, tetapi juga karena doa-doa yang tak pernah berhenti dipanjatkan di atas pasirnya.
Jika kelak MTQ Aceh 2027 benar digelar di Sabang, maka bukan hanya ayat-ayat suci yang akan bergema tetapi juga gema sejarah, iman, dan cinta dari pulau kecil yang telah lama menunggu untuk kembali menyala di bawah cahaya kalam Ilahi.