Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh, Safaruddin, SH
Banda Aceh —- Semua kepala daerah di Aceh mulai Gubernur, Bupati/Wali Kota didesak untuk mengimplementasikan Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2016 tentang Sistem Jaminan Produk Halal pada warung kopi, rumah makan dan kafe.
Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin, SH mengungkapkan dalam kondisi pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) seperti saat ini, keberadaan warung kopi, rumah makan dan kafe dinilai berpotensi menjadi tempat penyebaran virus dari peralatan makan/minum yang silih berganti. Walaupun telah dicuci, tetapi tak menjamin kehygienisannya.
Hal itu mengingat keberadaan warung kopi menjadi tempat paling favorit bagi warga Aceh untuk mengadakan pertemuan. Hampir semua janji dengan teman atau mitra bisnis dilakukan di warung kopi.
Itulah yang menyebabkan di Aceh berjamur warung kopi, hingga Aceh berjuluk ‘Daerah Sejuta Warkop’. Semua warkop terisi, bahkan ada yang penuh sesak, termasuk di tengah kondisi pandemi Covid-19 saat ini.
“Dalam warkop terjadi pergantian pemakaian peralatan minum yang sangat tinggi. Ini tentu saja sangat tidak baik dalam konteks pemutusan mata rantai Covid-19. Karenanya semua warkop di Aceh harus ditertibkan sebelum menjadi pusat masalah,” kata Safaruddin SH, dalam keterangannya, Rabu (29/4).
“Kami mendesak pemerintah daerah di Aceh, baik Plt Gubernur maupun para bupati/wali kota, untuk menyertifikasi halal pada LPPOM MPU semua warung kopi, cafe dan rumah makan di Aceh sehingga sesuai dengan amanah Qanun Aceh 8 Tahun 2016 tentang Sistem Jaminan Produk Halal,” ujar Safaruddin yang juga Ketua Tim Pengacara Muslim (TPM) Wilayah Aceh.
Safaruddin meminta agar pemerintah menutup sementara warung kopi dan rumah makan yang belum memiliki sertifikat halal dari Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh. Pemerintah khususnya Dinas Syariat Islam Aceh diminta untuk menyosialisasikan pentingnya usaha makanan/minuman memiliki sertifikat halal.
“Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2016 tentang Sistem Jaminan Produk Halal harus dijalankan oleh Pemerintah Aceh. Ini persoalan mendasar. Kalau yang dimakan orang Aceh saja tidak terjamin halal, maka akan terbentuk generasi penerus yang keras hati, tungang, dan klo prip. Makanan yang diasup oleh masusia adalah sesuatu yang sangat substansial, harus dijamin halal baik zat maupun prosesnya,” ungkap Safaruddin.