Dia menambahkan, dalam Qanun Nomor 8/2016 itu disebutkan pemilik usaha makanan dan minuman yang memasarkan barang yang belum bersertifikat halal dapat dihukum cambuk di depan umum.
“Jadi, cambuk itu bukan hanya untuk pelanggar khalwat, maisir dan judi saja. Pemilik warkop, café dan rumah makan yang tak mau mengurus sertifikat halal juga bisa kena. Makanya Dinas Syariat Aceh jangan diam saja dalam urusan ini,” saran Safaruddin.
Ditambahkannya, metode pencucian gelas/piring dalam warung kopi selama ini masih belum memenuhi standar halal, dan ini adalah berpotensi menjadi sumber penyebaran penyakit menular karena tidak sesuai standar kesehatan.
“Lihatkan gelas/piring hanya dikocok-kocok dengan air dalam ember yang sama, tanpa dibilas dengan air suci yang mengalir. Bekas kotoran dalam piring dan gelas, mungkin juga ada ludah, menyatu dalam ember. Lalu dalam gelas itu disaji minuman untuk tamu lainnya lagi. Cobalah undang petugas dari LPPOM MPU Aceh, mereka pasti mengatakan yang semacam ini adalah di bawah standar halal,” terang Safaruddin.
Safaruddin mengancam akan menggugat para kepala daerah jika Qanun Nomor 8 Tahun 2016 tentang Sistem Jaminan Produk Halal tidak dijalankan di Aceh.
“Jangan main-main, regulasi yang sudah ada itu wajib ditegakkan. Kalau pemerintah tetap membangkang, bisa jadi kami akan menggugat mereka ke meja hijau,” pungkas Safaruddin. (m)