BANDA ACEH – Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Dahlan Jamaluddin mengingatkan, seluruh stakeholder Aceh agar segera membangun konsepsi dan konsolidasi bersama menyongsong revisi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), yang saat ini telah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023 di DPR RI.
“Seharusnya, revisi UUPA bisa menghilangkan kata-kata norma, standar, dan prosedur yang justru menjadikan UUPA itu sendiri tidak mutlak,” kata Dahlan dalam Kuliah Umum, “Jalan Panjang Revisi UUPA, Antara Tantangan dan Hambatan” di Ruang Theater FISIP UIN Ar-Raniry, Selasa sore (4/10/2022).
Saat ini, kata Dahlan, draf awal revisi UUPA telah ada di Badan Keahlian DPR RI. Draf lainnya disiapkan oleh DPD RI. Sementara DPRA dan partai politik di Aceh sendiri masih berbeda pendapat tentang pasal-pasal yang harus direvisi.
“Seharusnya para akademisi, politisi, anggota DPR Aceh, dan stakeholder lainnya tidak lagi terpecah dan saling menyalahkan dalam revisi UUPA,” ujar Dahlan.
Dia juga mengingatkan kembali bahwa berdasarkan Pasal 7 UUPA, disebutkan bahwa rencana pembentukan UU RI harus dengan konsultasi dan pertimbangan DPR Aceh.
Menurut Dahlan, persoalan UUPA saat ini adalah terkait banyaknya kata-kata norma, standar, dan prosedur.
Berdasarkan catatan yang ada, misalnya, dalam Pasal 165 UUPA yang berkaitan dengan pariwisata disebutkan, “… investasi dalam bentuk penanaman modal dalam negeri, penanaman modal asing, ekspor dan impor dengan memperhatikan norma, standar, dan prosedur yang berlaku secara nasional.”
Hal-hal seperti ini, lanjut dia, menjadikan UUPA tidak mutlak dan self government tidak berjalan sebagaimana harapan.
Selain itu, mantan Ketua DPR Aceh ini juga mengkritik masih terlalu banyak turunan dari UUPA dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) belum disahkan.
Konsekuensinya, lanjut dia, kekhususan Aceh sebagai daerah otonomi khusus asimetris tidak berbeda dengan daerah lainnya.
“Dalam tataran praktis, ternyata Kemendagri menggunakan UU Pemerintahan Daerah juga untuk Aceh karena alasan norma, standar, dan prosedur tadi,” ujarnya.