BANDA ACEH – Senator DPD RI asal Aceh HM Fadhil Rahmi Lc MA meminta Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI untuk segera memanggil petinggi BPJS Kesehatan.
Pemanggilan ini terkait dugaan tumpang tindih data peserta ansuransi kesehatan antara tanggungan Pemerintah Pusat melalui Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) dengan Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) dari Pemerintah Aceh.
Hal ini disampaikan pria yang akrab disapa Syech Fadhil ini dalam sambutannya pada sidang paripurna DPD RI, Selasa 15 Maret 2022.
“Kita meminta DPD RI atas nama kelembagaan, terutama Komite III, untuk memanggil direksi BPJS Kesehatan,” kata Syech Fadhil, Rabu (16/3).
Menurutnya, pemanggilan ini imbas dari kegaduhan yang sedang terjadi di Aceh.
Dimana, Pemerintah Aceh, baik eksekutif dan legislatif, sepakat menghentikan pembayaran premi Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) untuk 2,2 juta masyarakat Aceh mulai 1 April 2022.
Kondisi ini, kata Syech Fadhil, terjadi karena direksi BPJS Kesehatan tak kunjung merespon permintaan DPR Aceh untuk memberikan data rill terkait nama masyarakat Aceh yang ditanggung oleh Pemerintah Pusat dan mana data masyarakat Aceh yang ditanggung oleh JKRA.
“Permintaan ini sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 2020 lalu, namun tak kunjung direspon. Imbasnya, Pemerintah Aceh, baik eksekutif dan legislatif sepakat menghentikan premi untuk JKA yang juga peserta yang diasuransikan sebanyak 2,2 juta jiwa masyarakat Aceh per 1 April 2022 sehingga menimbulkan kegaduhan,” sebut Syech Fadhil.
Sikap ketidakterbukaan BPJS Kesehatan dalam menjelaskan data masyarakat Aceh yang dimaksudkan dalam JKN-KIS dan JKA dinilai berdampak pada masyarakat pada umumnya.
Pemerintah Aceh sendiri curiga jika adanya tumpang tindih data di BPJS Kesehatan selama ini. Hal ini juga menguatkan adanya dugaan klaim ganda.
Yaitu satu peserta yang sakit diklaim dua tempat, Pemerintah Pusat melalui JKN-KIS dan Pemerintah Aceh melalui JKA.
“Karena memang premi dari JKA setiap tahunnya mencapai Rp 1,2 triliun. Ini jumlah yang besar. Kita berharap BPJS menjelaskan hal ini. Kita juga meminta Pemerintah Aceh segera menyelesaikan hal ini,” kata pria yang akrab dengan kalangan dayah dan ulama di Aceh ini.