Banda Aceh — Dalam rangka membangun jembatan kesetiakawanan Aceh-Papua, Kementerian Agama RI menggelar dialog kerukunan umat beragama “Kita Cinta Aceh” bersama tokoh agama dan tokoh adat Aceh di Ballroom Hotel Grand Nanggroe Banda Aceh, Minggu (13/12).
Kegiatan ini diikuti Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), tokoh agama, tokoh masyarakat, Kakankemenag kabupaten/kota di Aceh, serta para Kakanwil Kemenag Kemenag Papua, Papua Barat, dan Maluku. Turut hadir Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al-Haytar.
Menteri Agama Fachrul Razi saat membuka kegiatan tersebut mengatakan, jembatan kesetiakawanan antara Aceh dan Papua harus dijalankan agar setiap daerah sejajar dengan daerah lainnya di Indonesia dari segi pembangunan dan bidang lainnya.
“Saya senang FKUB dan tokoh Aceh terpanggil untuk membangun jembatan kesetiakawanan antara Aceh-Papua dalam rangka memajukan pembangunan di Papua dan Papua Barat yang agak sedikit tertinggal untuk sejajar dengan daerah lain di Indonesia,” ujarnya.
Ia mengatakan, Aceh sebagai daerah yang menghargai perbedaan harus mampu menyebarkannya untuk daerah lain di Indonesia.
“Untuk Aceh masalah kerukunan sudah selesai, tapi harus pada tingkat menyebarkan ke luar. Waktu saya kecil tidak ada pergesekan umat beragama,” katanya.
Ia mengatakan, kerukunan umat beragama bisa tercipta jika antar umat beragama memiliki rasa saling menghargai antar umat beragama.
“Semua pemeluk agama berhak dan seharusnya berpandangan bahwa agamanya adalah agama yang paling baik, namun sebaliknya setiap pemeluk agama juga harus menghargai hak pemeluk agama yang lain yang mereka juga memiliki pandangan yang sama bahwa agama yang mereka anut adalah yang paling baik dan benar,” ujarnya.
Sementara Kakanwil Kemenag Aceh Iqbal Muhammad menyatakan potret dan dinamika keumatan dan kerukunan umat beragama di Bumi Serambi Mekkah Aceh hingga kini terus berjalan dengan baik dan kondusif.
Hal ini disampaikan Kakanwil Kemenag Aceh Iqbal dalam laporannya di hadapan Menteri Agama Fachrul Razi dan tokoh lintas agama di Papua.
“Jalinan kerukunan antar umat beragama di Aceh, sama sekali tidak terganggu. Kerukunan selalu berjalan sangat baik. Juga toleransi sesama umat beragama,” ujar Iqbal di Banda Aceh, Minggu (13/12).
Ia menuturkan, saat penerapan syariat Islam di Aceh, toleransi tetap berjalan dengan baik. Hal ini juga dibenarkan oleh tokoh agama selain Islam, dalam setiap testimoninya.
“Di masa pemberlakuan syariat Islam di Aceh pun, kerukunan tetap terbangun dalam berbagai situasi,” ujarnya.
Dijelaskan Iqbal, jumlah rumah ibadah di Aceh saat ini terdiri dari 4.137 masjid, 7.396 meunasah, 20 gereja Katolik, dan 187 gereja Kristen.
“Aceh juga memiliki rumah ibadah umat Buddha dan Hindu. Pernah ada gesekan kecil antar umat beragama, namun dapat segera diselesaikan dengan jalan dialog dan musyawarah,” ujarnya.
Menurut Iqbal, Aceh yang memiliki aneka suku dan karakter masyarakat, terus menampakkan kerukunan dalam lintas sejarah.
“Penduduk Aceh yang multikultural, baik mayoritas maupun minoritas, dapat hidup harmonis dan penuh toleransi di Aceh,” tandasnya.
Dialog lintas agama di Aceh mengusung tema ‘Melalui Dialog Lintas Agama Kita Optimalkan Tugas dan Fungsi para Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Tokoh Adat Dalam Rangka Pemeliharaan dan Penguatan Kerukunan di Aceh’.
Dialog kerukunan tersebut merupakan tindak lanjut dari program Kementerian Agama membangun Jembatan Kesetiakawanan dan Kerukunan dari Aceh, Maluku, Papua dan Papua Barat dalam bingkai Umat Rukun Indonesia Maju.
Dalam dialog hadir tokoh agama yang berasal dari FKUB Papua, Maluku, dan Papua Barat termasuk tokoh agama dari Provinsi Aceh beserta para Kakanwil Kemenag. (IA)