Jakarta — Kaum perempuan dan anak-anak di Provinsi Aceh setidaknya menghadapi tiga permasalahan sejak terjadinya konflik di Tanah Rencong.
Demikian tiga poin rumusan dari Tim Penggerak PKK Aceh yang mengemuka dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Peningkatan Kesejahteraan dan Perlindungan Anak dan Perempuan Aceh yang diselenggarakan secara virtual, Senin, 28 September 2020.
Rakor itu dibuka oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga.
Wakil Ketua Tim Penggerak PKK Aceh Dyah Erti Idawati mengatakan, tiga rumusan permasalahan perempuan dan anak itu merupakan tindak lanjut dari seminar pada akhir Agustus 2020 lalu yang digelar di tingkat provinsi bersama sejumlah perempuan akar rumput dan LSM pemerhati perempuan dan anak.
“Permasalahan yang dirumuskan dalam pertemuan saat itu ada sembilan poin. Tapi yang akan ditindaklanjuti itu sementara ini ada tiga” kata istri Plt. Gubernur Aceh itu.
Ia menyebutkan, ketiga poin yang dimaksud diantaranya tindak kekerasan seksual terhadap anak, isu rehabilitasi dan rekonstruksi perempuan korban konflik dan isbath nikah (pengesahan pernikahan).
“Terkait dengan isbath nikah ini, tercatat masih banyak masyarakat Aceh belum memiliki pengesahan pernikahan lantaran dampak dari masa konflik Aceh dulu. Sehingga, anak-anak Aceh banyak yang belum memiliki akte kelahiran dan juga pelayanan sosial seperti dari BPJS Kesehatan,” jelas Dyah.
Ia menambahkan, tiga poin tersebut akan segera ditindaklanjuti secara serius tahun 2020 ini, sebagai bentuk perhatian Pemerintah Aceh terhadap perempuan korban konflik. Apalagi, lanjutnya, perempuan korban konflik ini rata – rata sudah menginjak usia lanjut.
“Nanti kita mendorong Dinas Sosial Aceh agar memberikan perhatian kepada mereka dengan memberikan tunjangan lansia, jaminan hidup jaminan sosial, dan juga jaminan kesehatan,” pungkasnya. (IA)