Ekonom Sebut Judi Kasino Bisa Tutup Utang Negara, MUI dan DPR Ingatkan Mudarat Sosial
Infoaceh.net – Wacana legalisasi kasino di Indonesia kembali mencuat dan memantik kontroversi. Dalam sebuah diskusi publik bertajuk “Legalisasi Kasino di Indonesia: Antara Kepastian Hukum, Tantangan Sosial, dan Peluang Ekonomi” yang digelar Ikatan Wartawan Hukum, Sabtu (7/6/2025), ekonom Benny Batara Hutabarat atau akrab disapa Bennix, menyebut bisnis kasino sebagai peluang emas untuk menambah pendapatan negara.
Menurut Bennix, legalisasi kasino berbeda dengan judi online yang menyasar masyarakat kelas bawah. Kasino, kata dia, memiliki segmen pasar menengah ke atas karena mengandalkan fasilitas fisik seperti hotel dan resor mewah.
“Kalau kita legalkan judi kasino, itu beda dengan judi online model Kamboja. Judi online bisa diakses tukang becak, tukang ojek, karena cukup dengan ponsel. Tapi kasino itu harus beli tiket pesawat, sewa kamar hotel. Pasarnya jelas, menengah ke atas,” ujar Bennix.
Potensi Cuan Triliunan Rupiah
Bennix mengklaim, potensi ekonomi dari industri kasino sangat besar, bahkan bisa digunakan untuk melunasi utang negara. Ia mengutip data PPATK yang memperkirakan perputaran uang dari judi online mencapai Rp1.200 triliun pada 2025—angka yang tak masuk ke kas negara karena status ilegal.
“Kalau kasino dilegalkan, bisa lunasi utang Indonesia. Potensinya ribuan triliun rupiah,” ungkapnya.
Ia menyebut, Singapura tahun lalu berhasil meraup Rp109 triliun dari sektor kasino, dan tahun ini targetnya naik menjadi Rp150 triliun. Angka tersebut, katanya, hanya dari konsep kasino dalam resor seperti Marina Bay Sands dan Resorts World Sentosa.
Bennix juga menyebut peredaran uang warga Indonesia ke luar negeri untuk berjudi mencapai Rp600 triliun per tahun. Menurut dia, angka ini menunjukkan besarnya potensi pendapatan jika Indonesia berani membuka pintu legalisasi.
“Itu baru uang judi kita yang lari ke luar negeri. Kalau dikelola, bisa menyumbang lebih dari 60 kali lipat APBD satu daerah hanya dari satu kasino seperti di Singapura,” jelasnya.
Strategi Negara Lain Jadi Rujukan
Bennix menyoroti bagaimana Singapura berhasil melewati penolakan publik dengan mengintegrasikan kasino dalam konsep resor terpadu. Bahkan, pemain besar industri judi dunia seperti Las Vegas Sands dan Genting Group kini beroperasi di sana.
“Dulu ada demo besar, termasuk dari gereja. Tapi mereka tanggulangi dengan pendekatan resor. Sekarang Singapura tinggal panen,” ucapnya.
Penolakan karena Pertimbangan Sosial dan Agama
Namun wacana ini tak serta-merta disambut positif. Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengakui tantangan sosial dan keagamaan bakal jadi hambatan utama dalam legalisasi kasino di Indonesia.
“Negara kita religius. Kalau dibuka kasino, pasti demo. Tapi jangan salah, yang demo bisa berdasi, bisa juga berpeci,” ujarnya.
Meski begitu, ia menilai kompromi bisa diambil dengan melokalisasi kasino agar tidak menyebar. Dengan skema tersebut, pemerintah bisa menarik pajak dari industri judi tanpa membuka akses luas ke masyarakat umum.
“Struktur masyarakat kita memang religius, tapi bukan berarti mereka tidak berjudi. Karena itu, lebih baik dilokalisir dan dipajaki daripada terus ilegal dan tak terkendali,” ucap Hikmahanto.
DPR Ingatkan Potensi Kerusakan Sosial
Berbeda dengan Bennix dan Hikmahanto, Anggota Komisi III DPR Fraksi PKB Hasbiallah Ilyas menyatakan tegas menolak legalisasi kasino. Ia menyebut mudarat sosial dan kerusakan budaya jauh lebih besar daripada potensi keuntungan ekonomi.
“Mudaratnya lebih besar dari manfaatnya. Oke, negara dapat uang, tapi rusak masyarakat kita. Kesadaran warga belum cukup untuk menghadapi ini,” tegas Hasbi.
Ia mencontohkan negara-negara yang melegalkan kasino namun membatasi akses warga negaranya sendiri. Di Indonesia, lanjutnya, risiko kerusakan sosial jauh lebih tinggi karena belum ada sistem kontrol yang memadai.
“Kalau dibuka di sini, kita bukan rusak orang lain. Kita rusak bangsa kita sendiri,” tutupnya.