JAKARTA — Aktivis lingkungan
sekaligus konservasionis hutan asal Aceh, Farwiza Farhan masuk sebagai salah satu sosok 100 tokoh inspiratif Majalah TIME 2022.
Perempuan yang akrab disapa Wiza ini juga merupakan Chairperson dan Co-Founder organisasi non-profit asal Aceh, Yayasan HAkA (Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh). Namanya saat ini tengah banyak diperbincangkan karena ia masuk daftar TIME100 Next 2022 dari majalah Time.
Farwiza menjadi satu dari 20 perempuan dan laki-laki pada kategori Leaders. Beberapa lainnya adalah Perdana Menteri Estonia Kaja Kallas, Wakil Presiden Kolombia Francia Márquez, hingga Ekonomis asal Afrika Selatan Bogolo Kenewendo.
TIME100 Next sendiri dibuat untuk mengapresiasi sosok inspiratif dan telah memberi dampak positif bagi dunia yang berasal dari berbagai bidang. Daftarnya berisi 100 rising stars, mulai dari musisi, pekerja profesional, pemerintahan, hingga pemimpin gerakan.
Farwiza dianggap telah memberikan perubahan di bidang pelestarian lingkungan.
Penilaian ini disampaikan oleh konservasionis dan pendiri Jane Goodall Institute, Goodall di Majalah TIME. Dia menulis bahwa awalnya banyak yang meragukan bahwa Farwiza saat ingin mengutamakan pendidikan dan kepeduliannya terhadap hutan. Banyak yang menyarankan Farwiza memilih salah satunya.
Namun, Farwiza berpikir bahwa apa gunanya mendidik wanita muda jika pada akhirnya kembali ke desa dan meninggal karena kurangnya sanitasi. Goodall mengatakan Farwiza mengambil jalan aktivismenya.
“Tapi apa gunanya mendidik seorang wanita muda jika dia kembali ke desanya dan meninggal karena kurangnya sanitasi? Semuanya saling berhubungan. Kita perlu memecahkan masalah ini pada saat yang sama-dan jelas Farwiza Farhan telah mengambil kebenaran ini,” ungkapnya dalam Majalah TIME, Kamis (29/9/2022).
Dia menyoroti Taman Nasional Gunung Leuser yang menjadi kawasan yang diperjuangkan oleh Farwiza. Goodall menilai bahwa kawasan ini penting bagi dunia.
“Hutan seperti yang ada di Ekosistem Leuser adalah salah satu paru-paru terbesar dunia, menyerap CO₂ dari atmosfer dan menyimpannya di daun, batang, dan tanah hutan. Dan jika hutan-hutan ini ditebang, maka itu berarti semua CO₂ dilepaskan kembali ke atmosfer yang sudah terbebani, ke dalam gas rumah kaca yang menyelimuti dunia dan menjebak panas matahari,” ungkapnya.
Menurutnya, apa yang dilakukan Farwiza di Leuser merupakan pekerjaan penting. Pekerjaan ini menciptakan perbedaan bagi masa depan dunia.
“Mempertahankan ekosistem dari industri, dari pembangunan, dari pemburu liar, seperti yang dilakukan Farwiza dan rekan-rekan aktivisnya, adalah pekerjaan penting. Dan pekerjaan itu dan pekerjaan orang-orang muda yang berpikiran sama akan membuat perbedaan bagi masa depan dunia kita,” ujarnya.
Sosok Farwiza Farhan
Dirangkum detikcom, Farwiza Farhan merupakan aktivis lingkungan Aceh yang fokus dalam kegiatan konservasi alam di Hutan Leuser, Aceh.
Perempuan kelahiran Banda Aceh tahun 1986 ini pernah bekerja untuk Global Carbon Capture & Storage Institute di Australia.
Ia juga pernah bekerja untuk Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser, hingga lembaga ini dibubarkan Gubernur Aceh.
Ketika Badan Ekosistem bubar, Farwiza bersama teman-temannya memutuskan bertahan di Leuser. Mereka mendirikan Yayasan Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh. Bagi Farwiza dan teman-temannya, Leuser bukan sekadar gunung dan hutan. Leuser adalah urusan nyawa baginya.
Atas perjuangannya itu, ia pernah mendapatkan Whitley Awards dari Whitley Fund For Nature, Inggris pada tahun 2016. Ia juga pernah aktor Hollywood Leonardo DiCaprio di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) pada 2016.
Ia juga pernah meraih Pritzker Emerging Environmental Genius Award 2021 dari Institute of the Environment and Sustainability, Universitas California, Los Angeles (UCLA), Amerika Serikat. (IA)
Farwiza Farhan sendiri bukan nama baru di bidang aktivis lingkungan. Ia telah lama memperjuangkan kelestarian Ekosistem Leuser, kawasan yang dilindungi dan merupakan habitat badak, orang utan, gajah, dan harimau langka di Sumatera. Leuser juga jadi tempat terakhir di mana hewan-hewan tersebut masih bebas hidup di alam liar.
Dalam wawancaranya bersama Time, Wiza fokus membahas mengenai pentingnya mengatasi berbagai masalah lingkungan yang tak cuma merusak alam, tapi juga memengaruhi ekonomi negara.
“Semakin lama kita menunggu untuk mengatasi deforestasi, memuncaknya emisi, mengatasi masalah lingkungan, semakin buruk situasi ekonomi kita di masa depan,” ungkap Farwiza dalam wawancaranya bersama Time.
Kisah Wiza ini ditulis oleh ahli konservasi, Utusan Perdamaian PBB dan pendiri Jane Goodall Institute, Jane Goodall untuk Time. Kedua perempuan ini memiliki kesamaan, sama-sama peduli dengan isu lingkungan dan telah memberikan dampak positif demi membawa perubahan.
Sebelumnya, Wiza banyak dikenal masyarakat ketika muncul dalam film dokumenter yang melibatkan aktor Leonardo diCaprio. Film bertajuk Before the Flood tersebut membahas soal pemanasan global.
Salah satunya juga menceritakan perjalanan Leo yang pada 2016 mengunjungi Aceh. Pada momen tersebut, Wiza menemani Leo mengelilingi Leuser dan menemui gajah Sumatera.
Untuk mengetahui sosok Farwiza Farhan, kumparanWOMAN telah merangkum beberapa fakta terpilihnya dia sebagai salah satu sosok di TIME100 Next 2022. Simak selengkapnya berikut ini.
- Jadi pelindung Ekosistem Leuser
Sejak awal HAkA didirikan pada 2012, Wiza selalu berjuang melawan eksploitasi yang mengancam Ekosistem Leuser. Ia bersama anggota organisasi serta masyarakat lokal di sekitar Aceh berusaha mempertahankan kelestarian kawasan seluas 2,6 juta hektar itu.
Bersama HAka, Wiza memperkuat perlindungan, melakukan konservasi, dan restorasi dari Ekosistem Leuser. Menurutnya, Leuser tak hanya jadi rumah untuk hewan langka, tapi juga menyediakan sumber hidup langsung untuk masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
Perempuan 36 tahun ini telah bekerja di HAkA sejak awal berdiri sebagai public relation manager hingga kini menempati posisi chairperson dan co-founder.
- Memberdayakan komunitas untuk berperan mengambil kebijakan
Dalam misinya melawan eksploitasi dan ekspansi Ekosistem Leuser, Wiza bersama HAkA mengajak komunitas lokal untuk turut ambil peran.
“Kami melakukannya dengan memberdayakan komunitas lokal agar mereka memiliki suara dalam pembuatan kebijakan,” jelasnya seperti dikutip dari video Time.
Ia dan HAkA selalu berusaha melibatkan masyarakat lokal untuk melindungi bentang alam, memulihkan hak dan hubungan mereka dengan kawasan tersebut. Sebab menurutnya, Ekosistem Leuser ini adalah milik mereka sama seperti milik gajah, harimau, dan orang utan.
“Masyarakat lokal juga punya peran, mereka perlu diberdayakan dan dikuatkan,” pungkasnya.
- Selalu melibatkan perempuan
Bagi Wiza, sangat penting untuk melibatkan perempuan dalam melestarikan dan melindungi alam. Ia meyakini bahwa penting bagi perempuan untuk bisa ambil peran dalam melindungi lingkungan.
“Sangat penting bagi perempuan untuk mendapatkan kembali hak mereka untuk melindungi ekosistem ini… Mengajak perempuan dalam melindungi lingkungan sama dengan mengembalikan keseimbangan alam,” ungkap Wiza kepada Time.
- Ingin lingkungan konservasi lebih inklusif
Di balik usahanya dalam mempertahankan kelestarian Leuser, Wiza juga ingin mengubah sistem. Ia ingin lingkungan tempatnya bekerja, di kawasan konservasi, bisa lebih inklusif lagi.
Perempuan lulusan Doctor of Philosophy, PhD Anthropology di Universitas Amsterdam ini ingin wilayah konservasi bisa lebih setara. Kesetaraan itu tak cuma antara laki-laki dan perempuan, tapi juga secara profesi, baik bagi mereka yang ahli dalam kesetaraan atau mereka yang meyakini kepercayaan tradisional.
Ia juga ingin siapapun yang terlibat bisa menghargai pengetahuan tentang bagaimana berinteraksi dengan alam. Tidak hanya bagi mereka yang kita anggap ahli, tapi juga bagi mereka yang mendapat pengetahuan dari terjun di lapangan.
- Meraih berbagai prestasi
Kerja kerasnya dalam memperjuangkan kelestarian lingkungan tak pernah sia-sia. Peran dan ketekunan Farwiza Farhan dalam menjalani pekerjaannya membuat dirinya mendapat sejumlah penghargaan.
Beberapa di antaranya, Wiza meraih National Geographic Wayfinder Awards 2022, Pritzker Emerging Environmental Genius Award 2021, dan pemenang Whitley Awards 2016.
Baru-baru ini, tepatnya pada 2020, Wiza juga menjadi bagian dari TED Fellows, program yang memberi dukungan transformasional kepada komunitas global yang terdiri dari 500 individu inspiratif. Datang dari berbagai bidang, mereka berkolaborasi untuk menghadirkan perubahan yang membentuk masa depan di seluruh dunia. (IA)