Infoaceh.net

Portal Berita dan Informasi Aceh

Ikan Sidat dan Kakap Putih, Emas Biru Aceh yang Masih Terlupakan

Aceh memiliki potensi besar di sektor perikanan bernilai tinggi melalui komoditas ikan sidat dan barramundi atau kakap putih. (Foto: Ist)

Banda Aceh, Infoaceh.net — Aceh memiliki potensi besar di sektor perikanan bernilai tinggi melalui komoditas ikan sidat (Anguilla spp.) dan baramundi atau kakap putih (Lates calcarifer).

Namun, hingga kini kedua komoditas unggulan tersebut masih belum menjadi prioritas dalam kebijakan budidaya pemerintah daerah.

Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan Indonesia (HIMITEKINDO) periode 2007–2009, Masady Manggeng, menilai potensi tersebut ibarat “emas biru” yang dibiarkan tidur.

“Kita sedang duduk di atas sumber daya bernilai tinggi, tapi masih sibuk menggali program lama yang monoton. Sidat dan baramundi ini punya prospek ekonomi jauh lebih besar daripada nila atau lele,” ujar Masady di Banda Aceh, Sabtu, 4 September 2025.

Data Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh mencatat produksi ikan nila hasil budidaya pada tahun 2022 mencapai 16.810 ton, dan tahun 2023 masih sekitar 9.626 ton.

Meski tinggi secara volume, nilai jualnya relatif rendah, hanya Rp25.000–35.000 per kilogram. Sementara itu, harga sidat di pasar ekspor bisa mencapai Rp200.000–400.000/kg, dan baramundi di pasar domestik premium stabil di kisaran Rp70.000–120.000/kg.

“Nilai ekonominya jauh berbeda. Tapi sayangnya, program pemerintah masih berkutat pada komoditas berputar cepat tapi berharga rendah,” kata Masady.

Ia juga menyebut hasil penelitian Universitas Malikussaleh (Umimal) yang menemukan populasi sidat cukup tinggi di sungai-sungai pesisir Aceh Utara, terutama pada fase glass eel.

Selain itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga telah menyalurkan benih baramundi ke wilayah Simeulue, Aceh Timur, dan Aceh Barat Daya.

Sejumlah kelompok pembudidaya di Aceh Singkil dan Aceh Utara bahkan telah berhasil melakukan pendederan hingga pembesaran.

“Artinya, bahan dasarnya sudah ada mulai dari habitat mendukung, bibit tersedia, pasar siap menyerap. Yang belum ada adalah inovasi kebijakan daerah,” tegasnya.

Masady menilai Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh perlu berani mengubah arah program budidaya dengan menghadirkan pendampingan teknis, pelatihan manajemen kualitas air, serta dukungan akses pasar bagi pembudidaya sidat dan baramundi.

Kementerian Kelautan dan Perikanan sendiri telah menetapkan Kepmen KP No.118 tahun 2021 tentang Rencana Pengelolaan Perikanan Sidat, yang menekankan pentingnya pengelolaan berkelanjutan, termasuk perlindungan habitat di Aceh.

“Kalau daerah tidak bergerak cepat, peluang besar ini akan terus terbuang,” ujar Masady.

Menurutnya, pengembangan sidat dan baramundi tak hanya memberi nilai ekonomi, tetapi juga membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat pesisir dan pedalaman Aceh.

Dari rantai penangkapan benih, pendederan, hingga pengolahan, sektor ini berpotensi menyerap banyak tenaga kerja lokal.

“Aceh punya semua modal: alam, pasar, dan aturan. Tinggal keberanian pemerintah untuk mengubah kebiasaan lama,” pungkasnya.

author avatar
M Ichsan

Kasih Komentar

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini

Lainnya

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Tutup