Infoaceh.net

Portal Berita dan Informasi Aceh

IKN Belum Jadi, PSK Sudah Datang: Sejarah Kramat Tunggak Mengintip dari Jendela Nusantara

Perdebatan panas soal lokalisasi ini akhirnya berakhir pada tahun 1999. Pemerintah DKI Jakarta memutuskan menutup total tempat prostitusi seluas 12 hektare itu. Kramat Tunggak, yang dulunya sarang prostitusi, kini bertransformasi menjadi pusat keagamaan megah: Jakarta Islamic Center.

Infoaceh.net – Ibu Kota Nusantara (IKN) belum juga genap berdiri, tapi masalah klasik sudah menghantui. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dikabarkan telah menertibkan 64 perempuan yang diduga Pekerja Seks Komersial (PSK) di sekitar wilayah IKN, Kalimantan Timur, sepanjang tahun 2025. Jumlah ini jelas bukan angka main-main untuk sebuah ibu kota yang baru dibangun.

Para PSK ini, katanya, bukan hanya dari Samarinda dan Balikpapan. Ada juga yang datang jauh-jauh dari luar Kalimantan, seperti Bandung, Makassar, bahkan Yogyakarta. Setelah ditertibkan, mereka cuma diminta angkat kaki dari wilayah IKN dalam tempo 2-3 hari. Solusi instan, tapi apakah ini benar-benar menyelesaikan masalah?

Sejatinya, keberadaan pekerja seks di ibu kota negara bukanlah hal baru. Jakarta, sebagai ibu kota RI sebelumnya, dulu juga pernah diramaikan oleh ‘aktivitas’ serupa. Bedanya, lima dekade lalu, pemerintah daerah di Jakarta menyikapinya dengan cara yang bikin geger sekaligus sarat kontroversi: membuka lokalisasi prostitusi resmi!

Jakarta 1960-an: Sarang Prostitusi yang Bikin Pusing

Mari kita menengok ke belakang. Sejak era 1960-an, Jakarta mengalami gelombang urbanisasi besar-besaran. Orang-orang dari seluruh pelosok negeri berbondong-bondong datang ke ibu kota, berharap mengadu nasib dan meraih mimpi. Tapi tak jarang, mimpi itu berujung pada kerasnya hidup dan munculnya masalah sosial-ekonomi, termasuk ledakan praktik prostitusi.

Di masa itu, tempat-tempat prostitusi menjamur di hampir setiap sudut Jakarta. Terutama di pusat ekonomi macam perkantoran, pelabuhan, hingga stasiun kereta. Para PSK bebas berdiri di pinggir jalan, menunggu pelanggan. Bahkan, ada fenomena ‘becak komplet’, di mana PSK bekerja sama dengan tukang becak. Mereka akan diajak keliling mencari calon pelanggan, tak ubahnya seperti sales keliling.

Pemandangan ini bikin wajah Jakarta semrawut, kumuh, dan menimbulkan keresahan sosial yang kompleks. Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin (1966-1977), atau akrab disapa Bang Ali, melihat ini sebagai bom waktu yang harus segera dijinakkan. Apalagi, banyak PSK yang usianya masih belasan tahun.

“Saya ngilu menyaksikannya. Di antara wanita-wanita itu ada anak-anak kecil yang masih belasan tahun umurnya,” curhat Bang Ali dalam autobiografinya, Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977 (1994). Hatinya teriris melihat kondisi itu.

Berbagai usulan sempat muncul, mulai dari pemberdayaan hingga pelatihan kerja. Tapi semua dianggap tak realistis. Bagaimana tidak? Jumlah PSK mencapai ribuan orang, sementara anggaran pemerintah sangat terbatas.

Bangkok Jadi Inspirasi, Lahirlah Kramat Tunggak

Titik terang justru datang saat Bang Ali melakukan kunjungan kerja ke Bangkok, Thailand. Di sana, ia terkesima. Praktik prostitusi tak diumbar di pinggir jalan, melainkan ditempatkan di satu kawasan resmi yang dikelola pemerintah. Inspirasi pun didapat!

Pulang dari Thailand, Bang Ali tanpa ragu memutuskan menerapkan konsep serupa di Jakarta. Langkah berani ini secara resmi dituangkan dalam Surat Keputusan Gubernur No. Ca.7/1/13/70, tertanggal 27 April 1970.

Pemerintah DKI Jakarta kemudian memilih Kramat Tunggak, Jakarta Utara, sebagai lokasi lokalisasi. Para pejabat lokal diminta keras untuk menutup praktik prostitusi di wilayah lain Jakarta, lalu memindahkan semua PSK ke Kramat Tunggak.

Bagi Bang Ali, ini opsi paling realistis. Pemerintah tidak punya sumber daya untuk menghapus total prostitusi, apalagi memberi pekerjaan layak ribuan PSK itu.

Kramat Tunggak: Kontroversi yang tak Pernah Usai

Tentu saja, kebijakan Bang Ali ini menuai badai kritik. Dalam autobiografi lain berjudul Ali Sadikin: Membenahi Jakarta Menjadi Kota yang Manusiawi (2012), Bang Ali mengakui kebijakan lokalisasi itu dicap sebagai bentuk pembiaran eksploitasi perempuan. Ia dituding melegalkan perbuatan tercela dan justru memperkuat stigma sosial.

“Mereka mengartikan pikiran dan tindakan saya itu memperbolehkan eksploitasi manusia atas manusia, merendahkan derajat wanita dan menjauhkan kemungkinan rehabilitasi bagi wanita yang sadar,” kenang Bang Ali.

Namun, ia punya alasan kuat. Baginya, lokalisasi adalah cara untuk mempersempit ruang gerak para PSK agar lebih mudah dibina. Yang tak kalah penting, aspek kesehatan juga bisa lebih dikontrol, karena pemerintah mewajibkan pemeriksaan rutin bulanan. Pragmatis, tapi sarat pro-kontra.

Kritik tak hanya datang dari moralis. Sebagian pemuka agama menganggap Bang Ali telah melegalkan perzinahan. Namun, menariknya, ada juga ulama yang justru mendukung, asalkan kebijakan itu bertujuan menyelesaikan masalah prostitusi secara tuntas, bukan sekadar pembiaran.

Perdebatan panas soal lokalisasi ini akhirnya berakhir pada tahun 1999. Pemerintah DKI Jakarta memutuskan menutup total tempat prostitusi seluas 12 hektare itu. Kramat Tunggak, yang dulunya sarang prostitusi, kini bertransformasi menjadi pusat keagamaan megah: Jakarta Islamic Center.

Lalu, bagaimana dengan IKN? Apakah sejarah akan terulang dengan cara yang berbeda? Atau pemerintah punya jurus baru untuk mengatasi masalah klasik ini? Waktu yang akan menjawab.

author avatar
Samsuar
Jurnalis Infoaceh.net

Lainnya

Evakuasi jasad pria lansia Khairuddin (65) yang ditemukan tewas mengenaskan di dapur rumahnya Lorong Kuini Gampong Ujong Baroh Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat, Selasa (29/7). (Foto: Ist)
Kantor pusat PT Central Finansial X (CFX) di Jakarta yang menjadi pusat pengawasan anggota bursa aset kripto nasional.
Kegiatan Diseminasi “Pembentukan Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah Syariah untuk Pembangunan Ekonomi Aceh” di Kantor OJK Aceh, Senin (29/7). (Foto: Ist)
Bea Cukai Sabang bersama Satpolairud Polres Sabang dan Kapal Patroli Wisanggeni-8005 dari Korpolairud Baharkam Polri melaksanakan patroli laut bersama selama lima hari. (Foto: Ist)
Kejati Aceh menggelar sosialisasi dan penerangan hukum bagi seluruh aparatur BPBA pada Selasa, 29 Juli 2025. (Foto: Ist)
Banleg DPRK Banda Aceh menggelar RDPU atau Konsultasi Publik terkait Rancangan Qanun tentang Perubahan Qanun Pajak Kota dan Retribusi Kota, Selasa (29/7). (Foto: Ist)
Satuan Reserse Narkoba Polres Aceh Besar mengamankan pelaku tindak pidana narkotika jenis ganja di kawasan Desa Lamsie, Kecamatan Kuta Cot Glie, pada Senin malam (28/7). (Foto: Ist)
Militer Thailand berjaga di perbatasan setelah baku tembak pecah meski gencatan senjata telah disepakati dengan Kamboja.
Sebuah rumah milik warga di Dusun Kopri, Gampong Garot, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar, ludes terbakar Selasa (29/7) siang. (Foto: Dok. BPBD Aceh Besar)
Mahfud MD mengenang sosok Kwik Kian Gie sebagai tokoh cerdas yang mencintai tanah air tanpa pamrih.
Ruben Onsu menceritakan kondisi kritis usai jatuh dan terbentur di kamar mandi dalam tayangan YouTube Comic 8 Revolution.
Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Joko Heri Purwono, menyebut maraknya judi online dipicu kondisi ekonomi masyarakat yang sulit
Polresta Banda Aceh bersama Bulog Kanwil Aceh melakukan sidak ke sejumlah toko beras di Pasar Kampung Baru, Kecamatan Baiturrahman, Selasa (29/7). (Foto: Ist)
Ekonom Senior Kwik Kian Gie Meninggal Dunia
Presiden Prabowo Subianto
enerasi Muda Pembaharu Indonesia (Gempar Indonesia) mengecam keras peristiwa pembubaran paksa kegiatan ibadah di sebuah Rumah Doa di Koto Tangah Padang, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar), pada Minggu 27 Juli 2025. 
Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka
Transparansi dana Ziswaf yang dikelola BSI Maslahat di Sabang dipertanyakan. (Foto: Ilustrasi)
Petugas kepolisian melakukan olah TKP di kamar indekos tempat diplomat Kemlu Arya Daru ditemukan tewas dengan kepala terlilit lakban, Menteng, Jakarta Pusat. Foto: Ist/Polres Jakpus
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan
Tutup