“Biasanya para pelaku pungli mengambil kesempatan untuk melakukan hal tersebut ketika seseorang ingin mengurus berkas yang bisa diselesaikan oleh pelaku atau berkaitan dengan pekerjaannya,” ungkapnya.
Seharusnya, masyarakat harus menyadari betul tentang bahaya pungli sehingga menjadi tanggung jawab bersama untuk menutup titik rawan pungli yang ada di sekitar kita.
“Kebiasaan pungli dengan dalih kasihan atau tidak mau ribet dalam berbagai urusan harus dihilangkan mulai dari kita sebagai umat yang beragama,” ungkapnya.
Dan yang lebih berbahaya lagi, kata Agung, praktik pungutan liar menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan merusak moral generasi penerus.
Kejahatan ini juga mendorong kejahatan lain yang merugikan kehidupan bernegara. “Di negeri ini, sejak orang lahir sampai dengan meninggal dunia jadi korban pungli,” kata Agung.
Mengutip pendapat Imam Adz Dzahabi, dalam kitab al-Kabair, Agung mengatakan perilaku pungutan liar (al-maksu) adalah satu dari 70 dosa besar.
Pungutan liar, kata Agung, sama dengan perampok jalanan dan lebih jahat dari seorang pencuri.
Orang yang mengambil pungutan liar, pencatat dan pemungutnya, semuanya bersekutu dalam dosa, sama-sama pemakan harta haram.
Agung juga mengutip pendapat Imam Nawawi, dalam kitab Syarh Shahih Muslim, yang menyebut pungutan liar adalah sejelek-jeleknya dosa.
Karena pungutan semacam ini hanyalah menyusahkan dan menzalimi orang lain.
Dalam khutbahnya itu, Irjen Agung Makbul juga menyoroti budaya permisif masyarakat terhadap praktik pungli. Budaya memberikan uang kepada pelayan masyarakat, dengan dalih “uang kopi” karena tidak mau disibukkan oleh satu urusan, harus dihilangkan.
“Sebagai umat Islam kita harus menjadi pioner dalam memberantas pungli untuk kemaslahatan umat. Sebab, pungli itu memakan harta orang dan dilarang dalam agama Islam, sekalipun seseorang mempunyai harta yang banyak. Tetapi harta orang itu tidak boleh diambil begitu saja tanpa seizin pemiliknya atau tanpa mengikuti prosedur yang sah,” sebut Irjen Agung Makbul yang juga Staf Ahli Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Bidang Ideologi dan Konstitusi. (IA)