“Selama semester 2 ini Nafis bersekolah 2 hari dalam seminggu dan belajar di pustaka. Alhamdulilah walaupun hanya 2 hari dalam seminggu, sudah sangat berarti bagi kami dibandingkan semester lalu dimana Nafis sama sekali tidak mau ke sekolah. Nafis berangkat ke sekolah pukul 09.00 di saat temannya sudah masuk kelas dan pulang sebelum jam 12 sebelum teman temannya keluar dari kelas, alasannya Nafis malu kalau temannya melihat Nafis berjalan kakinya sebelah dan menggunakan tongkat,” pungkas guru Lia.
Sebagai guru yang bertanggung jawab mengenai bimbingan konseling, Ibu Lia kemudian bertanya mengenai kelanjutan pendidikan remaja ini.
“Karena sudah kelas 2, saya mencoba bertanya kalau tamat dari SMP mau melanjutkan ke SMA/MAN/SMK atau Dayah. Sedihnya dia menjawab dia tidak ingin melanjutkan lagi sekolah kecuali nanti jika sudah memiliki kaki palsu. Semoga harapan Nafis untuk bisa memiliki kaki palsu bisa terwujud, agar Nafis bisa lebih percaya diri untuk bersekolah,” terang Bu Lia menjelaskan.
Keinginan Bu Lia disambut baik oleh Michael, ia bersama fasilitator BFLF Indonesia melakukan pengukuran kaki untuk dikirim ke percetakan kaki palsu Kick Andy Foundation.
Menurut Michael apa yang dilakukan oleh Lia sangat berarti bagi kehidupan Nafis kedepannya. Ia berharap banyak pihak lebih perhatian terhadap anak-anak di Aceh yang berstatus sebagai penyandang disabilitas.
“Semoga banyak pihak lebih perhatian terhadap nasib anak Aceh penyandang disabilitas yang belum mendapat kaki palsu, mereka butuh gerak cepat kita semua karena mereka juga bagian dari masyarakat yang Aceh yang memiliki impian.
Semoga dengan adanya kaki Nafis jadi bersemangat untuk sekolah dan tidak merasa minder dalam mengikuti pelajaran di sekolah, tetap semangat dan cita cita menjadi orang sukses terwujud. Semoga ada gerakan-gerakan untuk Nafis-nafis lain di seluruh Aceh agar dapat terbantu karena mereka adalah bagian dari anak-anak kita yang memiliki impian,” pungkas Michael Octaviano. (IA)