“Sudah, kami sudah minta (eksekusi Silfester Matutina ke Kejari Jaksel) sebenarnya. Dan kita sedang cari. Dari Kajari kan sedang mencari. Kita mencari terus,” kata Burhanuddin, Selasa (2/9/2025).
Di sisi lain, Kejari Jakarta Selatan juga menghadapi gugatan hukum terkait lambannya eksekusi.
Gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) dilayangkan oleh Mohammad Husni Thamrin melalui kuasa hukumnya, Heru Nugroho dan R Dwi Priyono, dengan nomor perkara 847/Pdt.G/2025/PN JKT.SEL.
Sidang perdana dijadwalkan pada 28 Agustus 2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Selain menggugat Kejari Jaksel, penggugat juga menarik Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, dan Hakim Pengawas PN Jakarta Selatan sebagai turut tergugat.
Mereka menilai kejaksaan tidak melaksanakan ketentuan UU Kejaksaan Nomor 16 Tahun 2004 serta Pasal 270 KUHAP yang mewajibkan jaksa mengeksekusi putusan berkekuatan hukum tetap.
“Perbuatan yang demikian merupakan perbuatan yang sangat patut diduga sebagai perbuatan melawan hukum,” ucap kuasa hukum penggugat. Menurutnya, pembiaran ini berpotensi mencederai prinsip kesetaraan di mata hukum (equality before the law) dan menimbulkan preseden buruk bagi penegakan hukum.
Sebelumnya, Kejaksaan juga pernah digugat secara praperadilan oleh Aliansi untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARRUKI).
Sidang perdana digelar pada 25 Agustus 2025, namun ditunda hingga 1 September karena pihak Kejari Jakarta Selatan tidak hadir