Ketua MIUMI Aceh Kecam Ketua DPRA
BANDA ACEH — Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh Dr Tgk Muhammad Yusran Hadi Lc MA mengecam keras pernyataan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Saiful Bahri alias Pon Yaya yang berkeinginan merevisi Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) agar bank-bank konvensional dapat beroperasi kembali di Aceh.
Pernyataan Saiful Bahri ini menunjukkan pemikirannya yang mundur dan tidak istiqamah dalam memperjuangkan syariat Islam serta mudah dipengaruhi oleh orang lain.
Padahal selama ini Aceh sudah maju dalam menerapkan syariat termasuk dalam bidang ekonomi dengan meninggalkan praktik riba dalam perbankan dan koperasi, tapi malah Saiful Bahri berpikiran mundur seperti pemikiran jahiliyah yang menghalalkan riba.
“Sepatutnya Saiful Bahri sebagai Ketua DPRA menjadi orang yang terdepan dalam memperjuangkan dan membela qanun syariat termasuk Qanun LKS dari upaya pembusukan orang-orang yang anti syariat baik dari luar maupun dari dalam Aceh,” ujar Yusran Hadi, Jum’at (14/5).
Menurut Yusran, rencana DPRA untuk merivisi Qanun LKS agar bisa menghadirkan bank-bank konvesional kembali beroperasi di Aceh telah menimbulkan keresahan, kegaduhan, dan kemarahan sebagian besar rakyat Aceh yang komitmen dengan syariat Islam.
Ini merupakan pengkhianatan terhadap cita-cita dan perjuangan rakyat Aceh sejak dulu untuk mewujudkan syariat Islam secara kaffah di Aceh, dan pengkhianatan terhadap amanah untuk menegakkan syariat Islam secara kaffah di Aceh setelah berhasil memproklamirkan Aceh sebagai daerah yang resmi memberlakukan syariat Islam, sebagaimana diamanahkan Undang-undang Nomor 44 tahun 1999, Undang-undang Nomor 18 tahun 2001, Undang-undang Nomor 11 tahun 2006, dan Qanun-qanun yang mengatur pelaksanaan syariat Islam di Aceh termasuk Qanun LKS.
Yusran Hadi menilai pernyataan Saiful Bahri ini menunjukkan ia tidak paham syariat Islam, khususnya hukum muamalah atau hukum ekonomi Islam seperti larangan riba, akad, musyarakah, mudharabah, ba’i murabahah, ijarah, wadi’ah, dan sebagainya. Semua itu terkait erat dengan paktek bank syariah.