Ketua MIUMI Aceh Kecam Ketua DPRA
“Saya sarankan kepada Saiful Bahri dan orang-orang yang seide dengannya agar mempelajari Fiqh Muamalah atau Fiqh Ekononi Islam terlebih dahulu sebelum berbicara atau berkomentar di media. Terlebih lagi kapasitas Saiful Bahri sebagai anggota DPRA, bahkan menjabat sebagai Ketua DPRA, menyatakan pendapatnya ini di publik atau media. Karena ucapan seorang tokoh poltik atau pemimpin di hadapan publik ataiu media menjadi sorotan dan konsumsi publik,” sebutnya.
Dalam Islam, lanjutnya riba hukumnya haram (dosa besar) berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’. Tidak hanya menjerumuskan pelakunya kepada dosa besar, riba juga membahayakan kehidupan masyarakat dan negara.
“Jadi pernyataan Saiful Bahri dan orang-orang yang seide dengannya ngawur dan salah sasaran. Hanya gara-gara Bank Syariah Indonesia (BSI) yang bermasalah karena tidak bisa memberi pelayanan selama 4 hari, mereka ingin merevisi Qanun LKS agar bisa menghadirkan kembali bank-bank konvensional. BSI yang bermasalah, kenapa Qanun LKS yang disalahkan dan digugat?. Ini ngawur dan salah sasaran. Sepatutnya BSI yang disalahkan atau digugat, bukan Qanun LKS,” tegas Yusran Hadi yang merupakan Dosen Fiqh Muamalah pada Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry.
Pernyataan Saiful Bahri bahwa keinginan DPRA untuk merevisi Qanun LKS agar bank-bank konvensional bisa beroperasi kembali di Aceh dengan mengatasnamakan aspirasi rakyat Aceh, adalah berlebihan dan mengada-ada.
Dia mengatasnamakan kebanyakan masyarakat atau rakyat Aceh yang menginginkan kehadiran kembali bank-bank konvensional. Ini perkataan yang berlebihan dan mengada-mengada.
Padahal ide ini hanya muncul dari segelintir atau sebagian rakyat Aceh yang tidak paham syariat Islam atau mempunyai kepentingan baik secara pribadi atau kelompok tertentu. Jadi karena kepentingan Islam dan umat Islam.
Buktinya, banyak orang Aceh yang menyayangkan dan bahkan mengecam dan menentang keinginan Saiful Bahri dan orang-orang yang seide dengannya untuk menghadirkan bank-bank ribawi beroperasi kembali di Aceh.