Almuniza menyarankan kepada para peserta diskusi untuk memilih dua atau tiga destinasi yang akan dijadikan pilot project dalam membangun destasi wisata petualang.
“Kita ambil beberapa lokasi untuk dijadikan pilot project, namun bukan berarti tempat lain kita abaikan,” ucapnya.
Sementara itu, pegiat ekowisata dari Gudang Petualang, ED Kesuma Darmi menyampaikan, pengembangan ekowisata harus memiliki program jangka panjang. Dengan begitu, pengembangan yang dilakukan bisa terukur.
Disamping itu, ia juga menyinggung soal sertifikasi pemandu wisata petualang yang sangat minim di Aceh.
Menurutnya, jika pemandu tidak memiliki sertifikasi akan sulit menjual potensi wisata adventure di Tanah Rencong. Sebab, ini berbicara soal risiko-risiko yang bisa saja terjadi terhadap wisatawan.
“Berbicara soal ekowisata ini berbicara soal bagaimana kita membuat jangka panjang. Membuat sertifikasi pemandu wisata petualang misalnya, tanpa itu kita agak sulit menjual potensi wisata di Aceh. Harus ada standar-standar yang bisa meminimalisir risiko,” ucapnya.
Pertemuan itu turut diikuti Kabid Pengembangan Destinasi Disbudpar Aceh Munawir Arifin, perwakilan kantor Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Mapala Gainpala, Mapala Caniva, Mapala SMAK, Mapala Leuser, Mapala Metalik, Hiwapatala Aceh, Mapala Pandayana, Wahana Lestari adventure, FMI-Aceh, FPTI-Aceh Besar, Kahawa Adventure, dan Mapala Stik Pante Kulu. (IA)