7. Mendorong pemerintah, swasta, dan masyarakat menyediakan ruang-ruang seni budaya atau ruang kreatif di tempat-tempat publik, seperti mal, gedung, taman kota, lokasi wisata, kompleks perumahan, kampung, dan lain-lain.
Penguatan Adat dan Budaya:
1. Menggali dan menghidupkan kembali adat, budaya, serta tradisi yang telah punah serta mendorong generasi muda menjadi motor penggeraknya.
2. Memperkuat struktur kepemimpinan adat dan budaya dalam masyarakat mulai dari tingkat gampong (desa) hingga tingkat provinsi.
3. Pemerintah lebih aktif mempromosikan adat dan budaya Aceh di tingkat nasional dan internasional, mendaftarkan hak paten karya-karya seni budaya, serta membantu memasarkan karya seni budaya sebagai bagian dari ekonomi kreatif.
4. Mendukung pembiayaan dan fasilitas terhadap segala upaya pelestarian dan pengembangan adat dan budaya Aceh.
5. Mendorong pemerintah lebih aktif melakukan pendokumentasian, pengarsipan adat dan budaya Aceh dalam bentuk tertulis, video, suara, gambar, barang cetakan, dan animasi menggunakan teknologi, termasuk kecerdasan buatan, sehingga mudah diakses publik.
6. Mendirikan Museum Peradaban Aceh di tingkat provinsi dan membangun gampong budaya di daerah hingga ke tingkat desa sebagai ruang kreatif, laboratorium seni budaya, serta ruang ekspresi dan ekshibisi karya-karya dari pelaku seni budaya.
7. Memandatkan kepada Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh untuk membuka program studi ilmu sejarah.
Penguatan KPA:
1. Pelaksanaan Kongres Peradaban Aceh (KPA) ditetapkan dua tahun sekali dan memandatkan kepada ISBI Aceh bertanggung jawab terhadap keberlanjutan pelaksanaan KPA berikutnya.
2. KPA 2026 mengangkat tema ‘Penguatan Peradaban Gayo dan dilaksanakan di wilayah Dataran Tinggi Gayo’. Untuk itu, pemerintah, swasta, dan semua pihak di wilayah tersebut berkewajiban mendukung pembiayaan dan fasilitas demi terselenggaranya kongres dimaksud.
3. Sebagai bentuk kesinambungan gagasan Kongres Peradaban Aceh, perlu dibentuk Presidium Kongres yang di-SK-kan oleh Rektor ISBI Aceh.