“Kami juga mengingatkan kepada seluruh Komisioner KIA bahwa mereka telah membuat surat pernyataan kesanggupan untuk bekerja penuh waktu pada saat mendaftar sebagai Komisioner KIA. Hal tersebut merupakan syarat yang diamanat Pasal 30 ayat (1) huruf g UU KIP.
Itu artinya, segenap tenaga, waktu, dan pikiran Komisioner KIA harus dicurahkan pada tugasnya sebagai Komisioner, bukan untuk hal-hal lain di luar itu”.
Gugatan yang diajukan ini juga sekaligus pengingat kepada seluruh Komisioner KIA bahwa mereka digaji dengan uang rakyat, sehingga selayaknya lebih mementingkan kepentingan tugas daripada kepentingan pribadi dan hobi.
Momentum rvaluasi kinerja Komisi Informasi Aceh atas Perbuatan Melanggar Hukum yang dilakukan
KIA menunjukkan bahwa KIA telah abai dan tidak mampu menjamin hak masyarakat untuk memperoleh Informasi Publik secara sederhana, cepat dan tepat waktu sebagaimana dijamin peraturan perundang-undangan.
Terhambatnya penyelesaian Sengketa Informasi Publik oleh KIA justru membuat akses informasi menjadi tidak sederhana, cepat, dan tepat waktu. Malah KIA sendiri yang menjadi faktor penghambat bagi masyarakat Aceh dalam memperoleh Informasi Publik secara sederhana, cepat, dan tepat waktu.
“Untuk itu Kami meminta kepada Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk segera mengevaluasi kinerja
KIA. Besar dugaan, mandeknya proses penyelesaian Sengketa Informasi Publik tidak hanya terjadi dalam kasus ini, tetapi terjadi juga pada banyak kasus-kasus lainnya,” pungkas Muhammad Qodrat. (IA)