Aceh Besar, Infoaceh.net – Di kaki Bukit Gurah, Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar, berdiri sunyi sebuah kompleks makam tua yang menyimpan jejak kejayaan Aceh masa lampau.
Itulah Makam Maharaja Gurah, peristirahatan seorang panglima kerajaan yang dikenal mengurusi satwa dan kehutanan pada masa Kesultanan Aceh.
Kini, situs bersejarah itu mulai mendapat perhatian serius untuk dilestarikan.
Pada Kamis (28/8/2025), Pemerintah Kabupaten Aceh Besar melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan bersama Tim Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Provinsi Aceh melakukan survei pelestarian cagar budaya di lokasi tersebut.
Turut hadir perwakilan BPK Aceh, Azzam, Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Besar Fahrurrazi SE, perwakilan Camat Peukan Bada, Ulfah, serta unsur Forkopimcam setempat.
Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Besar, Fahrurrazi menegaskan situs-situs bersejarah seperti Makam Maharaja Gurah bukan sekadar peninggalan masa lalu, tetapi juga memiliki nilai edukasi tinggi untuk generasi mendatang.
“Peninggalan sejarah Aceh yang berharga ini bisa dijadikan media pendidikan. Kita berharap Pemerintah Aceh melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dapat mengambil langkah konkret agar situs ini terawat. Jika dikelola baik, ia juga bisa menjadi destinasi wisata religi yang akan menarik banyak pengunjung,” ujar Fahrurrazi.
Ia menambahkan, di berbagai daerah bahkan di luar negeri, makam para ulama dan tokoh kerajaan mampu menjadi magnet wisata religi.
Hal serupa dapat diwujudkan di Aceh Besar apabila situs-situs peninggalan sejarah diperhatikan dengan baik.
Sosok Maharaja Gurah dalam Sejarah
Berdasarkan catatan sejarah, Maharaja Gurah merupakan seorang panglima atau menteri pada masa Kesultanan Aceh yang memiliki tanggung jawab khusus di bidang kehutanan dan satwa, termasuk gajah serta harimau.
Keberadaannya dinilai penting dalam mendukung kekuatan dan stabilitas kerajaan kala itu.
“Peran beliau di masa lalu sangat besar. Karena itu, sudah sepantasnya kita menjaga makam ini sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa para ulama dan umara Aceh yang pernah berjasa besar bagi negeri ini,” tambah Fahrurrazi.
Lebih lanjut Fahrurrazi mengusulkan agar pemerintah menyediakan anggaran tahunan khusus untuk perawatan situs bersejarah seperti Makam Maharaja Gurah.
Anggaran itu, katanya, mencakup biaya penjaga (khadam), petugas kebersihan, hingga pemugaran bangunan.
Selain itu, ia menilai penting adanya papan penunjuk arah di jalan utama Banda Aceh–Meulaboh agar keberadaan situs lebih mudah diketahui masyarakat dan wisatawan.
“Ini cara kita menghargai sejarah sekaligus mengembangkan potensi wisata religi Aceh Besar,” ujarnya.
Makam Maharaja Gurah berada di dalam area Kompleks Pondok Pesantren Gurah, tepat di kaki Bukit Gurah.
Situs ini terdiri dari empat makam: dua berukuran besar, satu berukuran kecil, dan satu lagi hanya menyisakan bagian kaki. Tiga makam telah dilindungi dengan cungkup, sedangkan satu makam lainnya berada di luar.
Keberadaan makam ini menjadi bukti kekayaan arkeologis Aceh Besar yang perlu mendapat perhatian serius.
Dengan pelestarian yang baik, Makam Maharaja Gurah bukan hanya akan menjadi simbol penghargaan terhadap sejarah, tetapi juga membuka jalan bagi berkembangnya wisata religi di daerah tersebut.