Pemerintah, kata Musriadi harus menyiapkan langkah dan strategi agar bahasa Aceh terus dilestarikan oleh para generasi Aceh.
“Dengan adanya regulasi bisa menjadi pijakan dalam mengimplememtasi bahasa Aceh sebagai kearifan lokal dan budaya Aceh,” pungkasnya.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh menyatakan, penggunaan bahasa daerah Aceh berkurang di kalangan post gen Z yang lahir 2013 ke atas dibandingkan generasi pre boomer (sebelum 1945). Hal itu berdasarkan laporan long form sensus penduduk 2020.
“Penggunaan bahasa daerah oleh post gen Z (2-9 tahun) sebesar 64,36 persen, angka ini jauh berkurang dibandingkan generasi pre boomer (di atas 75 tahun) yang jumlahnya mencapai 89,93 persen,” kata Koordinator Fungsi Statistik Sosial BPS Provinsi Aceh, Dadan Supriardi, di Banda Aceh, Jum’at (3/2/2023).
Dadan menyampaikan, penggunaan bahasa secara berangsur-angsur menurun pada generasi selanjutnya. Misalnya pre boomer (mulai usia 77 tahun) sebesar 89,93 persen, lalu pada baby boomer (58-76 tahun) sebesar 85,72.
Kata Dadan, angkanya terus menurun pada generasi gen X (42-57 tahun) sebesar 82,27 persen, millenial (26-41 tahun) 79,76, gen Z (10-25 tahun) sebesar 74,77 persen. Penggunaan bahasa daerah pada enerasi paling muda post gen Z (2-9 tahun) jumlahnya turun lagi menjadi 64,36 persen.
“Penggunaan bahasa daerah baik di keluarga maupun di tetangga atau kerabat menunjukkan persentase yang semakin menurun,” ujar Dadan.
Sementara itu, Pamong Budaya Ahli Muda Balai Pelestarian Wilayah I Provinsi Aceh Essi Hermaliza mengatakan, degradasi penggunaan bahasa daerah tidak hanya terjadi di Aceh, tetapi juga hampir terjadi di seluruh dunia.
“Menurut data UNESCO saja, 50 persen dari 6.000 bahasa di dunia terancam punah, 527 atau 17,6 persen dari bahasa yang dimaksud ada di Asia Tenggara,” katanya.
Sedangkan di Indonesia, kata dia, berdasarkan hasil riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) atau sekarang yang sudah berganti nama Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) terdapat 169 dari 746 bahasa daerah yang ada di Indonesia terancam punah. Jumlah penuturnya kurang dari 500 orang.