Banda Aceh, Infoaceh.net –Fenomena manusia silver semakin marak terlihat di sejumlah titik persimpangan di Banda Aceh, khususnya di lampu merah Jambo Tape.
Kehadiran mereka menuai sorotan tajam dari masyarakat karena tidak sesuai dengan budaya dan syariat Islam yang berlaku di Aceh.
Hal ini tentunya menimbulkan keprihatinan mendalam. Bukan sekadar tontonan jalanan, kehadiran mereka menjadi cermin buram yang merefleksikan luka sosial, ekonomi, dan lemahnya perlindungan kesejahteraan di ibu kota provinsi syariat.
Pemerhati kebijakan publik, Drs. Isa Alima, menilai fenomena ini tidak sejalan dengan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi masyarakat Aceh.
“Bagaimana mungkin menjaga kesucian diri dan menunaikan ibadah tepat waktu jika tubuh dilumuri cat kimia? Membersihkan diri saja membutuhkan waktu lama, sementara syariat menuntut kebersihan lahir dan batin,” ujarnya, Selasa (16/9/2025).
Menurut Drs. Isa Alima, ada empat aspek utama yang menjadikan fenomena manusia silver ini tidak layak dipertahankan di Aceh
Aspek Agama: praktik ini bertentangan dengan prinsip kebersihan dalam Islam dan berpotensi merendahkan martabat manusia.
Aspek Kesehatan: cat kimia yang digunakan berpotensi merusak kulit, mengganggu pernapasan, bahkan mengancam jiwa dalam jangka panjang.
Aspek Sosial-Ekonomi: keberadaan mereka menjadi alarm bahwa masih ada warga yang kehilangan akses terhadap pekerjaan yang layak dan human dignity bermartabat.
Aspek Estetika Kota: pemandangan manusia silver mencoreng citra Banda Aceh sebagai kota yang dikenal dengan penerapan syariat Islam.
“Pemerintah Kota Banda Aceh harus bertindak tegas. Fenomena ini tidak hanya soal keindahan kota, tetapi juga menjaga marwah Aceh sebagai tanah syariat. Mereka yang terjun ke jalan mesti ditarik ke jalan yang benar, diberi peluang kerja halal, bukan dibiarkan merusak wajah kota,” tegas Isa Alima.
Sebagai solusi, ia mendorong adanya pelatihan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, penciptaan lapangan kerja baru, serta program bantuan sosial yang tepat sasaran.