Banda Aceh — Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menyampaikan sejumlah catatan kritis terhadap data kasus positif Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) dan ketidakpastian hasil uji swab Polymerase Chain Reaction (PCR) di Aceh.
Pertama, MaTA mempertanyakan menyangkut tata kelola terhadap data positif Covid-19 yang telah keluar hasil uji swab-nya.
“Karena setelah kita telusuri, data (jumlah) yang dihasilkan oleh laboratorium penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran Unsyiah berbeda dengan data yang di-update setiap hari oleh Dinas Kesehatan dan Jubir Covid-19 Pemerintah Aceh,” ungkap Koordinator MaTA, Alfian, dalam keterangannya, Senin (10/8).
Alfian menyebut kondisi ini menjadi pertanyaan mendasar publik dan semua pihak dibuat bingung dengan ekspose data beda-beda.
“Motifnya apa? Apakah untuk melahirkan tren (kasus) positif Covid-19 tiap hari di Aceh, atau bagaimana? Publik tambah bingung ketika hal yang sama terjadi berulang kali,” ujarnya.
Menurut Alfian, saat kepercayaan publik rendah kepada pemerintah menyangkut tata kelola dalam penanganan Covid-19, seharusnya hal tersebut tidak perlu ‘dibudayakan’.
“Publik sangat butuh keterbukaan dan informasi akurat menyangkut perkembangan hari ke hari sehingga menjadi kewaspadaan dalam menghadapi pandemi saat ini,” tegas Alfian.
Kedua, kata Alfian, dalam pelayanan, setiap pihak yang sudah diuji swab sangat membutuhkan informasi tentang hasilnya.
“Beberapa temuan kami, ketidakpastian berapa lama waktu hasil yang akan keluar akan berdampak buruk terhadap trust (kepercayaan publik). Ada hasil uji swab tidak sampai satu jam sudah keluar dan ada juga sampai 10 hari malah belum keluar. Masalahnya dimana, Pemerintah Aceh perlu memberi kepastian sehingga publik tidak memberi penilaian yang salah hanya gara-gara pelayanan yang beda-beda,” tuturnya.
Ketiga, MaTA mengingatkan Pemerintah Aceh lebih serius dalam tata kelola data dan informasi agar publik percaya. “Dan ini bukan rekayasa untuk kepentingan ekonomi semata,” tegas Alfian.
MaTA menduga kuat ada resistensi Pemerintah Aceh terhadap data yang dikeluarkan laboratorium penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran Unsyiah, sehingga datanya dilaporkan berbeda dengan diumumkan Pemerintah Aceh.