Infoaceh.net

Portal Berita dan Informasi Aceh

Mengkritisi Pengawasan Hakim Model Kerja Sama KY, Polri dan KPK

Dr Suharjono SH MHum
Oleh: Dr Suharjono SH MHum*

MODEL pengawasan yang dikembangkan oleh Komisi Yudisial dengan melibatkan tiga institusi negara yakni KY, Polri dan KPK, perlu dikritisi secara mendalam, mengingat tugas utama Komisi Yudisial adalah dalam bidang etika, yang sesuai amanat UUD 1945 adalah menjaga harkat dan martabat hakim Indonesia.

Dengan tugas dan fungsi demikian maka seluruh tugas dan fungsi KY adalah dimaksudkan untuk menjaga keluhuran martabat hakim.

Bahkan sebenarnya kalau dikaji secara mendalam dalam pandangan filsafat ontologi, yang memandang hakikat dari sesuatu, apakah dengan menjaga harkat dan martabat hakim itu dapat dimaknakan adanya suatu bentuk pengawasan terhadap hakim.

Kalau dipahami dari kajian akan hakikat dari menjaga harkat dan martabat hakim, sebenarnya terhadap hakim tidak ada sama sekali frasa pengawasan hakim dalam UUD 1945, yang ada hanyalah menjaga harkat dan martabat hakim.

Jika menjaga harkat dan martabat hakim menjadi tugas dan fungsi KY, akan terjadi pemaknaan dan penjabaran atas tugas dan fungsi KY yang sesuai.

Pemaknaan frasa menjaga harkat dan martabat hakim adalah berbeda dengan pengawasan. Itu pun KY sesuai tugas dan fungsi dalam UU KY adalah pengawasan etika semata, bukan pengawasan bidang lainnya.

Pada hakikatnya menjaga harkat dan martabat hakim tidak dapat dimaknakan dengan pengawasan karena dengan pengawasan pada hakikatnya justru sebagai salah satu bentuk perendahan hakim.

Mengapa demikian, hal ini terjadi karena adanya keterlibatan pendekatan kekuasaan yakni pihak yang berkuasa memeriksa atau mengawasi pihak yang tidak berkuasa.

Tentu dengan posisi yang demikian pada hakikatnya akan menimbulkan potensi psikologis terhadap pihak yang diawasi yakni hakim sebagai pihak yang cenderung sebagai objek yang tidak atau kurang bermartabat.

Sebaliknya pada makna frasa menjaga harkat dan martabat hakim sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 adalah suatu tindakan yang memuliakan hakim.

Sehingga jika frase menjaga harkat dan martabat hakim dalam UUD 1945 yang bermakna menjaga kemuliaan hakim di-breakdown dalam UU KY menjadi pengawasan pada hakikatnya adalah menurunkan derajat. Makna menjaga harkat dan martabat hakim yang dimaksudkan memuliakan hakim menjadi pengawasan yang menurunkan nilai kemuliaan hakim.

Jika frasa menjaga harkat dan martabat hakim dalam UUD 1945 yang menjadi tugas dan fungsi KY bukan pengawasan, maka semua upaya mengangkat nilai kemuliaan hakim harus dilakukan dalam tugas dan fungsi KY.

Hal itu tentu perlu di-breakdown dalam program kerja KY dari pendekatan filosofi menejemen yang baik yang bersifat dan bercirikan memuliakan hakim.

Pendekatan tersebut dilakukan dari program perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan atau evaluasi.

Pemaknaan menjaga harkat dan martabat hakim berfilosofikan bagaimana seorang ibu menggendong dan melindungi bayi dengan kasih sayangnya dari kemungkinan adanya mara bahaya, tentara yang melindungi dan menjaga kedaulatan negara dari kemungkinan serangan musuh dan lain-lainnya pada negara.

Pemaknaan tugas dan fungsi KY yang seharusnya menjaga harkat dan martabat hakim yang hakikatnya memuliakan akan besar kemungkinannya berbeda jika dimaknakan dengan pengawasan.

Itu pun suatu pengawasan sesuai yang di-breakdown dalam UU KY adalah pengawasan dalam bidang etika dan bukan sama sekali di bidang lain yang bukan tugas dan fungsi KY, yang kemungkinan bisa terjadi dalam bidang tindak pidana, seperti halnya MoU KY dengan Polri dan KPK.

Jika hal demikian tentu bisa dimaknakan bukan arah menjaga kemuliaan hakim, melainkan sudah secara psikologis dipersepsikan kecenderungannya hakim dipandang sebagai penjahat.

Jika demikian pemaknaan dari frasa dalam UUD 1945 menjaga harkat dan martabat hakim, dan bukan frasa pengawasan, menjadikan pemaknaan tugas dan fungsi KY sudah keluar dari hakikat keharusan yang sesungguhnya dalam menjaga kemuliaan hakim.

Terlebih jika tugas dan fungsi KY sudah dimaknakan dalam pengawasan hakim dalam makna kecenderungan hakim sebagai penjahat sehingga KY melakukan MoU dengan Polri dan KPK yang berupa tugas dan fungsi penanganan kejahatan khususnya korupsi atau kemungkinan kejahatan lainnya, di luar tugas dan fungsi KY.

Objek yang di-MoU-kan oleh KY dengan Polri dan KPK adalah bukan objek tugas menjaga harkat dan martabat hakim yang nilainya bermaknakan memuliakan hakim, melainkan pengawasan dalam makna cenderung kejahatan hakim dan bukan sama sekali masalah etika hakim sesuai pemaknaan UU KY dari breakdown frasa menjaga harkat dan martabat hakim.

MoU antara KY, Polri dan KPK, yang dalam ranah kejahatan bukanlah tugas KY dalam bidang pelanggaran etika hakim, akan menjadi bersifat paradoksal dengan tugas dan fungsi KY yang semata-mata hanya di bidang etika, sekaligus menempatkan hakim pada objek pengawasan bukan pemuliaan, yang bisa bermaknakan pengawasan hakim cenderung karena sebagai penjahat bukan menjaga kemuliaan.

Sudah seharusnya semua pihak menyadari secara baik akan tugas dan fungsi masing-masing, sehingga dari pendekatan manajemen risiko, tugas dan fungsi yang dilaksanakan tidak cenderung melanggar tugas dan fungsinya secara baik.

Tugas dan fungsi harus dijadikan arah tugas dan fungsi sekaligus objek tugas dan fungsi, sehingga dari kemungkinan mitigasi risiko akan memperkecil kemungkinan terjadinya pelanggaran terhadap tugas dan fungsi yang bisa berujung pada malpraktek atas tugas dan fungsi.

Jadikan tugas dan fungsi sesuai makna yang sesuai hakikatnya bukan ke arah pendekatan ke ranah kekuasaan, jika hal arah ranah kekuasaan yang menjadi pedoman dan pegangannya dalam pendekatan manajemen risiko akan cenderung terjadi bias atas kekuasaan, bisa jadi objek kekuasaan pengawasan KY semata masalah etika namun sudah merambah ke hakikat kekuasaan yang lain berupa ranah pidana khususnya kejahatan.

Terlebih jika dikaji nilai dalam makna filsafat, objek pelanggaran etika adalah semata-mata objek nilai dalam moral bukan objek yang lain, dalam etika akan terkait dengan nilai baik dan buruk, layak dan tidak layak, patut dan tidak patut, sopan dan tidak sopan, dan lain-lain, yang pada hakikatnya adalah nilai-nilai moral yang berkaitan dengan harkat dan martabat, yang bersifat untuk menjaga kemuliaan.

Bukan yang bidang lain yang bersifat cenderung merendahkan martabat hakim apalagi MoU di bidang kejahatan, yang bukan tugas dan fungsi.

*Penulis adalah Ketua Pengadilan Tinggi Banda Aceh
author avatar
Redaksi
Redaksi INFOACEH.net

Lainnya

Majelis Hakim PN Bireuen menjatuhkan vonis terhadap dua terdakwa kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), yakni R dan JS. (Foto: Ist)
Kasus penghilangan barang bukti kasus dugaan politik uang dalam Pilkada Banda Aceh 2024 dilaporkan ke polisi. (Foto: Ist)
Kapolres Aceh Utara AKBP Trie Aprianto memperlihatkan barang bukti kasus curanmor dalam konferensi pers di Mapolres, Kamis (24/7). (Foto: For Infoaceh.net)
Pemko Banda Aceh melalui Dinas Pangan Pertanian, Kelautan dan Perikanan (DP2KP) bekerja sama dengan Perum BULOG Kanwil Aceh, Kamis (24/7) menggelar Gerakan Pangan Murah (GPM) guna menekan kenaikan harga beras di pasar. (Foto: Ist)
Bupati Aceh Besar Muharram Idris menyambut kunjungan Duta Perwakilan Palestina Syekh Samih Kamel Hajjaj di ruang kerjanya, Jantho, Kamis (24/7). (FOTO/MC ACEH BESAR)
Jamaah haji asal Aceh Utara, Ishak Muhammad Ali (82), yang dirawat di RS King Salman, Madinah, meninggal dunia, Kamis, 24 Juli 2025, pukul 09.56 Waktu Arab Saudi. (Foto: Ist)
Kapolda Aceh Irjen Pol Achmad Kartiko membuka Kejuaraan Badminton Kapolda Aceh Cup 2025 di GOR KONI Aceh, Kamis, 24 Juli 2025. (Foto: Ist)
Relawan Jokowi Yakin Roy Suryo cs Dipenjara di Kasus Tudingan Ijazah Palsu: Game Over!
Target 10 ribu langkah per hari untuk hidup sehat ternyata tidak sepenuhnya wajib. Sebuah studi besar berskala global menemukan bahwa 7 ribu langkah sehari sudah cukup signifikan menurunkan risiko kematian dan penyakit kronis.
Kecerdasan buatan (AI) kian merasuk dalam kehidupan anak-anak Indonesia. Namun, di balik pesatnya teknologi, pemerintah dinilai belum sigap menangani potensi dampak psikologis yang mengintai generasi muda.
DPP PKS mengumumkan susunan pengurus Dewan Pimpinan Tingkat Wilayah (DPTW) se-Indonesia periode 2025–2030, pada Kamis, 24 Juli 2025 di Kantor DPP PKS, Jakarta. (Foto: Dok. DPP PKS)
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyatakan dukungan penuh terhadap revisi Undang-Undang No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dalam Rapat Paripurna ke-25 DPR RI, Kamis (24/7/2025).
Polda Jawa Tengah mengungkap korban luka bentrokan massa pro dan kontra saat pengajian yang dihadiri Habib Rizieq Shihab di Desa Pegundan, Kecamatan Petarukan, sebanyak 15 orang. Dari jumlah tersebut, empat di antaranya anggota polisi.
Kejati Aceh bersama Kodam IM melaksanakan apel gelar kesiapan pengamanan Kejati dan Kejari se-Wilayah Aceh di halaman kantor Kejati Aceh, Kamis (24/7). (Foto: Infoaceh.net/Muhammad Saman)
PDIP Yakin Hasto Divonis Bebas Besok
4 Polisi Terluka Buntut Bentrok Ormas Perjuangan Walisongo dengan FPI
Satu dari 9 Korban Bentrok saat Acara Habib Rizieq di Pemalang Terluka Parah di Kepala
Korban dari Perjuangan Walisongo Lebih Banyak, Siapa Dalang di Balik Bentrokan Acara IB HRS di Pemalang?
Satria Arta Kumbara yang jadi Tentara Bayaran Rusia Terlilit Utang Rp 750 Juta serta Terlibat Judol dan Pinjol
Jangan Sampai Bernasib Seperti Tom Lembong
Tutup
Enable Notifications OK No thanks