“Jika melihat fakta di lapangan, nasi kotak yang disajikan kepada atlet paling mahal Rp 20.000 – Rp 25.000, itu pengakuan dari pengusaha katering lokal yang sudah sering order dalam jumlah besar. Jika berpedoman dari nilai kontrak dengan harga yang sebenarnya maka terdapat selisih Rp 25.000 per porsi atau jika dipersentasikan mencapai lebih kurang 50% keuntungan yang diperoleh oleh vendor yang menang tender dalam hal ini PT. Aktifitas Atmosfir dari Jakarta,” sebutnya.
TTI memberikan apresiasi kepada aparat penegak hukum yang merespon cepat sehingga persoalan konsumsi ini dapat diusut dan diumumkan secara terbuka.
“Jika pihak BPKP dan BPK menemukan Mark Up atau penggelembungan harga maka diminta pihak vendor wajib mengembalikan kepada negara tidak kurang 20% dari nilai kontrak yaitu Rp 42.371.000.000 x 20% = Rp 8.474.200.000 secara mendetail BPKP atau BPK sudah mempunyai standar cara menghitung kerugian negara,” tutupnya.