One Piece Flag Versus Merah Putih di Tanah Republik
One Piece, secara paradoks, menjadi mitos yang lebih masuk akal ketimbang pidato kenegaraan presiden.
Luffy dan Pendiri Bangsa
Para pendiri bangsa Indonesia adalah semacam bajak laut dalam sejarah mereka sendiri. Mereka menolak tatanan kolonial, menantang narasi dunia, dan berlayar dalam badai geopolitik global dengan perahu kecil bernama republik. Tapi setelah mereka wafat -atau disingkirkan- republik ini direbut oleh mereka yang mengaku sebagai pelanjut perjuangan, namun tak mewarisi keberaniannya.
Kini republik ini dipimpin oleh orang-orang yang menyembah elektabilitas lebih dari integritas. Yang lebih bangga menanam anak dalam jabatan ketimbang memperjuangkan nasib petani. Maka jangan salahkan rakyat jika mereka lebih percaya pada Luffy daripada pada lembaga-lembaga negara.
Luffy mungkin bajak laut, tapi ia bukan pencuri. Ia hanya ingin menciptakan dunia yang tidak ditentukan oleh kelahiran, status, atau kekuasaan. Bukankah itu juga yang dahulu diperjuangkan oleh Tan Malaka, Sjahrir, atau Soekarno?
Kemerdekaan Tak Pernah Diberi -Harus Direbut
Kemerdekaan bukan hadiah. Ia bukan surat keputusan yang bisa diteken oleh presiden. Ia bukan seremoni. Ia adalah keberanian untuk berkata tidak pada sistem yang tidak adil. Keberanian untuk menolak diam.
Dan jika hari ini republik ini terus dibajak oleh elite politik, maka satu-satunya jalan ialah membajaknya kembali. Bukan untuk kepentingan diri sendiri, tapi demi mengembalikan hak rakyat untuk bermimpi secara utuh, bukan hanya lewat fiksi.
Jika simbol negara tak lagi mampu membakar semangat, maka rakyat akan menciptakan simbolnya sendiri. Jika Merah Putih terus dipakai untuk membungkus kebohongan, maka jangan heran jika bendera Topi Jerami dikibarkan sebagai lambang perlawanan baru.
Bukan karena kita lebih mencintai Negeri Asing daripada Indonesia. Tapi karena kita “muak” dengan pengkhianatan yang berseragam nasionalisme.
Epilog: Menuju Kemerdekaan Republik yang Sejati
Suatu hari nanti, anak-anak akan bertanya: “Apa makna kemerdekaan?” Dan jika jawabannya masih seputar upacara dan angka statistik, maka republik ini belum benar-benar bebas.