Banda Aceh, Infoaceh.net — Lembaga Transparansi Tender Indonesia (TTI) menyoroti tajam kinerja Panitia Khusus (Pansus) Minerba DPR Aceh yang dinilai gagal membuktikan tudingan serius terhadap aparat penegak hukum (APH) terkait dugaan penerimaan setoran Rp1 miliar per hari atau Rp360 miliar per tahun dari tambang ilegal.
Koordinator TTI, Nasruddin Bahar, dalam keterangannya di Banda Aceh, Ahad (12/10/2025), menyebut bahwa pernyataan Pansus Minerba DPRA yang sempat menimbulkan kegaduhan publik ternyata tidak bisa dipertanggungjawabkan.
“Pernyataan Pansus Minerba DPRA sempat membuat citra penegak hukum, khususnya kepolisian tercoreng, jatuh serendah-rendahnya. Namun setelah ditunggu sekian lama, tudingan itu tak terbukti,” ujar Nasruddin.
Nasruddin menilai isu setoran uang kepada aparat penegak hukum yang dilontarkan Pansus telah menjadi bola liar di publik tanpa arah penyelesaian.
Sementara itu, Kapolda Aceh yang sempat didesak untuk menuntaskan isu tersebut justru meminta pihak Pansus menyerahkan bukti konkret.
“Idealnya Pansus DPRA bertanggung jawab atas tudingan bahwa aparat penegak hukum menerima setoran. Mereka tidak bisa hanya diam setelah melempar isu yang meresahkan dan menjatuhkan wibawa kepolisian,” tegasnya.
Nasruddin juga mencatat, ini bukan pertama kalinya lembaga legislatif Aceh mengeluarkan pernyataan yang berujung blunder.
Ia menyebut dua peristiwa sebelumnya: pertama, saat Ketua DPRA meminta Dirreskrimsus Polda Aceh hadir di gedung dewan dengan tudingan adanya oknum polisi bermain proyek, dan kedua, saat muncul isu bahwa aparat menerima setoran Rp1 miliar per hari dari pengusaha tambang ilegal.
“Kedua pernyataan itu tidak pernah dituntaskan. Publik malah mencurigai ada barter antara DPRA dan APH agar proyek-proyek pokok pikiran (pokir) anggota dewan tidak diusik,” lanjutnya.
Lebih jauh, Nasruddin menyebut bahwa jika aparat penegak hukum benar-benar serius menelusuri persoalan proyek pokir, maka banyak kasus bermasalah yang bisa dibongkar.
“Kalau mau jujur, banyak proyek pokir bermasalah di lapangan. Contohnya penerima bantuan kelompok tani, kelompok perikanan, hingga kasus terkait BRA. Jika ditelusuri serius, bukan tidak mungkin banyak anggota dewan masuk bui,” pungkasnya.