VIDEO anggota DPR berjoget dalam Sidang Tahunan MPR pada 15 Agustus 2025 sempat viral dan menuai sorotan publik. Dalam rekaman itu, Legislator PAN Eko Patrio bersama beberapa anggota DPR terlihat berdiri dan berjoget mengikuti lagu daerah Sajojo dan Gemu Fa Mi Re. Aksi tersebut kemudian menyebar luas di media sosial dan dianggap tidak peka terhadap penderitaan rakyat.
Kekecewaan publik terhadap DPR kian menguat seiring maraknya opini tentang besarnya gaji anggota DPR. Hal ini memicu wacana pembubaran DPR yang kemudian berkembang menjadi ajakan demonstrasi pada 25 Agustus 2025 di depan Gedung DPR, Senayan. Fenomena tersebut memperlihatkan ketidakpuasan publik yang meluas terhadap kinerja lembaga legislatif.
Alih-alih merespons kritik rakyat dengan bijak, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni justru melontarkan komentar yang memancing kemarahan.
Dalam kunjungan kerjanya ke Polda Sumatera Utara pada 22 Agustus, Sahroni menyebut orang-orang yang menyerukan pembubaran DPR sebagai “mental orang tolol sedunia.” Ucapan ini dianggap melecehkan masyarakat.
Pada 25 Agustus 2025, demonstrasi tuntutan pembubaran DPR pun berlangsung. Beberapa hari kemudian, pada 28 Agustus 2025, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KPSI) juga menggelar aksi di depan DPR dengan agenda khusus menyuarakan kepentingan buruh.
Namun sepertinya demonstrasi tersebut ternyata juga diikuti banyak elemen masyarakat lain, hingga akhirnya terjadi insiden yang menelan korban jiwa seorang driver ojek online.
Kamis 28 Agustus 2025, menjadi catatan kelam. Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online, tewas setelah dilindas kendaraan taktis Brimob. Tragedi ini mengguncang nurani publik dan menimbulkan luka mendalam bagi rasa keadilan masyarakat.
Kemarahan publik pun meluas, tidak hanya kepada aparat penegak hukum, tetapi juga kepada DPR yang dinilai gagal menunjukkan empati. Kekecewaan semakin relevan ketika tragedi ini dikaitkan dengan perilaku sejumlah anggota DPR-RI.
Adalah Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio sebelumnya menuai kecaman karena berjoget yang dipandang publik tidak etis.