Zalsufran mengungkapkan, dari sektor peternakan di Indonesia, Aceh termasuk daerah yang memiliki potensi yang sangat besar, karena memiliki lahan yang luas, iklim yang cocok, dan sumber daya alam yang melimpah untuk mendukung pengembangan peternakan.
“Sektor ini juga merupakan salah satu sektor penyumbang bagi perekonomian daerah dan ketahanan pangan masyarakat. Hewan ternak seperti ayam, sapi, kambing, dan kerbau menjadi sumber protein utama bagi masyarakat Aceh,” ungkap Zalsufran.
Namun, kata Kadisnak, untuk mencapai potensi maksimalnya, sektor peternakan di Aceh membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk para dokter hewan. Peran dokter hewan sangatlah penting dalam menjaga kesehatan hewan ternak dan meningkatkan produktivitas peternakan.
Dokter hewan juga memiliki tanggung jawab untuk mendiagnosi, mengobati dan mencegah penyakit hewan, serta memberikan edukasi kepada peternak tentang cara memelihara hewan ternak yang baik dan benar.
Dalam sambutannya, Zalsufran mengapresiasi Fakultas Kedokteran Hewan yang ada di Indonesia, terkhusus Universitas Syiah Kuala yang telah membantu pemerintah Aceh dalam menurunkan angka Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada tahun 2023 lalu hingga zero case.
Pada kesempatan itu, Zalsufran mengundang para peserta simposium untuk berinvestasi di sektor peternakan di Aceh, karena Aceh menawarkan berbagai peluang investasi yang menarik, seperti pembangunan peternakan modern, pengembangan teknologi peternakan, dan pengolahan produk peternakan.
“Terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berpartisipasi menyukseskan penyelenggaraan Simposium Internasional AJIVE ke-8 . Semoga dapat menghasilkan kesepakatan dan kerja sama yang bermanfaat bagi kemajuan pendidikan kedokteran hewan di Indonesia – Jepang,” pungkas Zalsufran. (HASRUL